manufactured

Minggu, 29 Mei 2011

UJI KUALITATIF UNTUK IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT I DAN II

BIOKIMIA

UJI KUALITATIF UNTUK IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT I DAN II
I. PENDAHULUAN


Karbohidrat sangat akrab dengan kehidupan manusia. Karena ia adalah sumber energi utama manusia. Contoh makanan sehari-hari yang mengandung karbohidrat adalah pada tepung, gandum, jagung, beras, kentang, sayur-sayuran dan lain sebagainya.
Karbohidrat adalah polihidroksildehida dan keton polihidroksil atau turunannya. selian itu, ia juga disusn oleh dua sampai delapan monosakarida yang dirujuk sebagai oligosakarida. Karbohidrat mempunyai rumus umum Cn(H2O)n. Rumus itu membuat para ahli kimia zaman dahulu menganggap karbohidrat adalah hidrat dari karbon.
Penting bagi kita untuk lebih banyak mengetahui tentang karbohidrat beserta reaksi-reaksinya, karena ia sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Oleh karena itu, tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara identifikasi karbohidrat secara kualitatif, membuktikan adanya poliusakarida dalam suatu bahan, membuktikan adanya gula pereduksi atau gula inversi, membedakan antara monosakaridan dan poliskarida, membuktikan adanya pentosa, membuktikan adanya gula ketosa (fruktosa), membedakan karbohidrat berdasarkan bentuk kristalnya, mengidetifikasi hasil hirolisis pati atau amilum, dan mengidentifikasi hasil hidrolisis sukrosa.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Teori yang mendasari percobaan ini adalah penmabahan asam organik pekat, misalanya H2¬SO4 menyebabakan karbohidrat terhidrolisis menjadi monosakarida. Selanjutnya monosakarida jenis pentosa akan mengalami dehidrasi dengan asam tersebut menjadi furfural, semantara golongan heksisosa menjadi hidroksi-multifurfural. Pereaksi molisch yang terdiri dari a-naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan furfural tersebut membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Uji ini bukan uji spesifik untuk karbohidrat, walalupun hasil reaksi yang negatif menunjukkan bahwa larutan yang diperiksa tidak mengandung karbohidrat. Warna ungu kemrah-merahan menyatakan reaksi positif, sedangka warna hijau adalah negatif.
Untuk kegaitan praktikum kedua, yang mendasari perconaan uji iodium adalah penmabahan iodium pada suatu polisakarida akan menyababkan terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum atau pati dengan iodium mengahailkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah anggur, glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengn iodium membantuk warna erah coklat.
Pada uji benedict, teori yang mendarsarinya adalah gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu+, yang mengendap sebagai Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata.
Ion Cu2+ dari pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi monosakarida dari pada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata. Hal inilah yang mndasari uji Barfoed.
Pada uji bial, dasar dari percobaannya adalah dehidrasi pentosa oleh HCl pekat menghasilkan furfural dengan penambahan orsinol (3.5-dihidroksi toluena) akan berkondesasi membentuk senyawa kompleks berwarna biru.
Sedangkan dehidrasi fruktosa oleh HCL pekat menghasilkan hidroksimetilfurfural dengan penambahan resorsinol akan megalami kondensasi membentuk senyawa kompleks berwarna merah jingga menjadi dasar dari uji Seliwanoff.
Pada uji Osazon, yang mendasarinya adalah pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus aldehida atao keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon atao osazon. Osazon yang terbentuk mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang spesifik.
Osazon dari disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali bila didinginkan, namun sukrosa tidak membentuk osazon karena gugus aldehida dan keton yang terikat pada monomernya sudah tidak bebas., sebaliknya osazon monosakarida tidak larut dalam air mendidih.
Sedangkan teori yang mendasari hidrolisis pati dan sukrosa adalah, pati (starch) tau amilum merupakan polisakarida yang terdapat pada sebagian besar tanaman, terbagi menjadi dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa (+- 20 %) memilki strusktur linier dan dengan iodium memberikan warna biru serta larut dalam air. Fraksi yang tidak larut disebut amilopektin (+- 80 %) dengan struktur bercabang. Dengan penambahan iodium fraksi memberikan warna ungu sampai merah. Patai dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidrolisis menjdi senyawa-senyawa yang lebih sedrhana. Hasil hidrolisis dapat dengan iodium dan menghaislkan warna biru samapi tidak berwarna. Hasil akhir hidrolisis dapat ditegaskan dengan uji Benedict.
Sukrosa oleh HCl dalam keadaan panas akan terhirolisis, lalu menghasilkan glukosan dan fruktosa. Hal ini menyebabkan uji Benedict dan uji Seliwanoff yang sebelum hidrolisis memberikan hasil negatif menjadi positif. Uji Barfoed menjadi positif pula dan menunjukkan bahwa hidrolisis sukrosa menghasilakn monosakarida.
+HCl
Sukrosa ----------- Glukosa + Fruktosa
III. METODOLOGI

Metodologi yang digunakan pada percobaan ini adalah dengan menggunakan alat-alat, bahan-bahan dan prosedur sebagai berikut :

Alat
1. Tabung reaksi Pyrex
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Lempeng tetes poselin
5. Penjepit tabung reaksi
6. Penangas air
7. Alat pemanas
8. Pipet ukur
9. Mikroskop
Bahan
1. Amilum, glokogen, dekstrin, sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, fruktosa, glukosa dan arabinosa masing-masing dalam larutan 1 %.
2. Pereaksi Molisch
3. H2SO4 pekat
4. Larutan Iodium
5. Pereaksi Benedict
6. Pereaksi Barfoed
7. Perekasi Bial
8. HCl pekat (37 %)
9. Perekasi Seliwanoff
10. Fenilhidrazin-hidroklorida
11. Natrium asetat
12. HNO3 pekat
13. HCl 2 N
14. NaOH %
15. Kertas lakmus
Prosedur

A. Uji Molisch

1. Masukkan 15 tetes larutan uji kedalam tabung rekasi yang masih kering dan bersih
2. Tamabahkan 3 tetes pereaksi Molisch. Campurkan dengan baik.
3. Miringkan tabung rekasi, lalu alirkan dengan hati-hati 1 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung supaya tidak bercampur.
4. Perhatikan terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas antara kedua lapisan yang menandakan reaksi positif karbohidrat.
5. Catat hadil dan buatalah kesimpulannya.
B. Uji Iodium

1. Masukkan tiga tetes larutan uji kedalam tabung reaksi atau lempeng tetes porselin.
2. Tambahkan dua tetes larutan Iodium
3. Amati warna sepesifik yang terbentuk, cata dan buatlah kesimpulannya.

C. Uji Benedict

1. Masukkan lia tetes larutan uji dan 15 tetes pereaksi Benedict ke dalam tabung reaksi. Campurkan dengan baik.
2. Didihkan di atas api kecil selama dua menit atau masukkan ke dalam penangas air mendidih selama 5 menit.
3. Dinginkan perlahan-lahan. Perhatikan warna dan endapan yang terbentuk.

D. Uji Barfoed

1. Masukkan 10 tetes larutan uji dan 10 tetes pereaksi Barfoed ke dalam tabung reaksi. Campurkan dengan baik.
2. Didihkan di atas api kecil selama satu menit atau masukkan ke dalam penangas air mendidih selama 5 menit.
3. Dinginkan perlahan-lahan. Perhatikan warna atau endapan yang terbentuk. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata.
E. Uji Bial

1. Masukkan 5 mL larutan uji dan tambahkan 10 tetes pereaksi Bial dan 3 mL HCl pekat ke dalam tabung reaksi. Campurlah dengan baik.
2. Panaskan di atas api kecil sampai timbul gelembung-gelembung gas ke permukaan larutan
3. Perhatikan warna atau endapan yang terbentuk. Terbentuknya warna biru menunjukkan adanya pentosa.
F. Uji Seliwanoff

1. Masukkan 5 tetes larutan uji dan tambahkan 15 tetes perekasi selliwanof ke dalam tabung reaksi
2. Didihkan di atas api kecl selama 30 detik atai dalam penangas air selama 1 menit
3. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna merah jingga
G. Uji Osazon

1. Masukkan 2 mL larutan ke dalam tabungt reaksi
2. Tambahkan seujung spatel fenilhidrazin-hidroklorida an kristal natrium asetat.
3. Panaskan ke dalam penangas air mendidih selama beberapa menit (+- 30 menit)
4. Dinginkan perlaha-lahan di bawah air kran
5. Perhatikan kristal yang terbentuk dan identifikasi di bawah mikroskop.
H. Hidrolisis Pati

1. Masukkan ke dalam tabung rekasi Pyrex 5 mL larutan amilum 1 % kemudian tambahkan 2,5 mL HCl 2 N.
2. Campurtlah dengan baik, lalau masukkan ke dalam penangas air mendidih.
3. Setetlah tiga menit, ujilah dengan larutan iodium dengan cara mengambil 2 tetes larutan, lalu ditambah 2 tetes iodium dalam lempeng tetes porselin tetes. Catat perubahan warna yang terjadi.
4. Lakukan uji iodium setiap tiga menit samapi hasilnya berwarna kuning pucat.
5. Lakuakan hidrolisis selama 5 menit lagi
6. Setelah didinginkan, ambil 2 mL larutan hasil hidrolisis, lalu netrelakan dengan NaOH 2 %. Uji dengan kertas lakmus
7. Kemudaian lakuakan uji Benedict

8. Simpulakan apa yang dihasilakan dari hidrolisis pati
I. Hidrolisis Sukrosa

1. Masukkan ke dalamtabung reaksi Pyrex 5 mL larutan sukrosa 1 % kemudian tambahkan 5 tetes HCl pekat.
2. Campurlah dengan baik, lalu panaskan dalam penangas air medidih selama 30 menit.
3. Setelah didiginkan, netralkan larutan dengan NaOH 2 % dan uji dengan kertas lakmus.
4. Selanjutnya lakukan uji Benedict, Seliwanoff, dan Barfoed.
5. Simpulkan apa yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari Praktikum 1, diperoleh hasil sebagaimana tertera di tabel. 1
Tabel.
1

No. Zat Uji Hasil Uji Molisch Karbohidrat (+/-)
1. Amilum 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
2. Glikogen 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
3. Dekstrin 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
4. Sukrosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
5. Laktosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
6. Maltosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
7. Galaktosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
8. Fruktosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
9. Glukosa 1% Terbentuk cincin berwarna ungu +
10. Arabinosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +

Pada uji Molisch, semua zat uji adalah termasuk karbohidrat. hal tersebut dapat dilihat pada terbentuknya cincin berwarna ungu. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :
H O
│ ║
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + H2SO4 → ─C—H +

OH
Pentosa Furfural α-naftol
H

CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + H2SO4
Heksosa
O

→ H2C─ ─C—H +
│ │
OH OH
5-hidroksimetil furfural α-naftol
Rumus dari cincin ungu yang terbentuk adalah sebagai berikut:
O

║ ¬__SO3H
H2C─ ─────C───── ─OH
Cincin ungu senyawa kompleks
Pada uji Iodium, pada masing-masing zat uji memiliki indikasi yang berbeda-beda. dari sepuluh zat uji, Amilum, Glikogen, dan Dekstrin positif polisakarida.

Untuk uji Iodium, didapat hasil sebagaimana tertera di tabel 2.
Tabel . 2

No. Zat Uji Hasil Uji Iodium Polisakarida (+/-)
1. Amilum 1 % Terbentuk warna Biru Tua +
2. Glikogen 1 % Terbentuk warna Merah Coklat +
3. Dekstrin 1 % Terbentuk warna Merah Anggur +
4. Sukrosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
5. Laktosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
6. Maltosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
7. Galaktosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
8. Fruktosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
9. Glukosa 1% Terbentuk warna Kuning -
10. Arabinosa Terbentuk warna Kuning -
Pada uji Benedict, indikator terkandungnya Gula Reduksi adalah dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata. hal teresebut dikarenakan terbentuknya hasil reaksi berupa Cu2O.

Hasil uji pada uji Benedict adalah sebagaimana tertera di tabel. 3
Tabel 3

No. Zat Uji Hasil Uji Benedict Gula Reduksi (+/-)
1. Amilum 1 % Terbentuk warna hijau dan tidak terbentuk endapan -
2. Glikogen 1 % Terbentuk warna biru dan tidak terbentuk endapan -
3. Dekstrin 1 % Terbentuk warna biru dan endapan kuning -
4. Sukrosa 1 % Terbentuk warna biru dan tidak terbentuk endapan -
5. Laktosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
6. Maltosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
7. Galaktosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
8. Fruktosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
9. Glukosa 1% Terbentuk endapan merah bata +
10. Arabinosa Terbentuk endapan merah bata +


Berikut reaksi yang berlangsung:

O O
║ ║
R—C—H + Cu2+ 2OH- → R—C—OH + Cu2O
Gula Pereduksi Endapan Merah Bata
Pada uji Barfoed, yang terdeteksi monosakarida membentuk endapan merah bata karena terbentuk hasil Cu2O. berukut reaksinya :
O O
║ Cu2+ asetat ║
R—C—H + ─────→ R—C—OH + Cu2O+ CH3COOH
n-glukosa E.merah
monosakarida bata
Hasil uji pada uji Barfoed adalah sebagaimana tertera di tabel. 4
Tabel. 4

No. Zat Uji Hasil Uji Barfoed Monosakarida (+/-)
1. Sukrosa 1 % tidak terbentuk endapan -
2. Laktosa 1 % tidak terbentuk endapan -
3. Maltosa 1 % Tidak terbentuk endapan -
4. Galaktosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
5. Fruktosa1 % Terbentuk endapan merah bata +
6. Glukosa1 % Terbentuk endapan merah bata +
7. Arabinosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
Pada uji Bial, terkandungnya pentosa dideteksi dengan indikasi terbentuknya warna biru pada zat uji, dan hal itu terbukti pada zat uji Arabinosa 1 %.

Hasil uji pada uji Bial adalah sebagaimana tertera di tabel. 5
Tabel. 5

No. Zat Uji Hasil Uji Bial Pentosa (+/-)
1. Maltosa 1 % Bening -
2. Galaktosa 1 % Bening -
3. Fruktosa 1 % Berwarna Kuning -
4. Glukosa 1 % Bening -
5. Arabinosa1 % Berwarna Biru +

Berikut, reaksinya :

H O CH3
│ -3 H2O ║ │
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + HCl ¬───→ ─C—H +
│ │
OH OH
Pentosa Furfural orsinol
(kompleks
berwarna biru)
Pada uji Seliwanof, ketosa terdeteksi pada zat uji Fruktosa dengan terbentuknya warna jingga; yaitu karena terbentuknya resorsinol.

Hasil uji pada uji Seliwanoff adalah sebagaimana tertera di tabel. 6
Tabel. 6

No. Zat Uji Hasil Uji Seliwanof Ketosa (+/-)
1. Sukrosa 1 % Kuning Jingga -
2. Galaktosa 1 % Bening -
3. Fruktosa 1 % Merah Jingga +
4. Glukosa 1 % Bening -
5. Arabinosa1 % Bening –

Berikut reaksinya :


CH2OH OH O OH OH
+HCl ║ │ │
H CH2OH ───→ H2C— —C—H + → kompleks
│ berwarna
OH H OH merah jingga
5-hidroksimetil furfural resorsinol
Pada uji Osazon, diperoleh hasil yang berbeda-beda. Masing-masing zat uji mempunyai bentuk yang khas. Hal tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara setu karbohidrat dengan karbohidrat yang lain.
Hasil Uji Osazon adalah sebagaimana tertera di tabel 7
Tabel. 7

No. Zat Uji Hasil Uji Osazon Bentuk Kristal
1. Sukrosa 1 % Terbentuk Kristal
2. Maltosa 1 % Terbentuk Kristal
3. Galaktosa 1 % Terbentuk Kristal
4. Glukosa 1 % Terbentuk Kristal
Berikut reaksinya :


H H OH H H
│ │ │ │ │
CH2OH—C—C—C—C—C=O+H2NNHC6H5 (D-glukosa + fenilhidrazin)
│ │ │ │
OH OH H OH

H H OH H H
│ │ │ │ │
CH2OH—C—C—C—C—C=O+NNHC6H5 + H2 (D-glukosafenilhidrazon)
│ │ │ │
OH OH H OH

│2 C6H5 NHNH2

H H OH H
│ │ │ │
CH2OH—C—C—C—C—C=O+NNHC6H5 (D-glokosazon / Ozsazon kuning)
│ │ │ ║
OH OH H NNH C6H5
Pada uji hidrolisis pati, hidrolisis sempurna apabila menjadi senyawa yang lebih sederhana yang terdeteksi pada perubahan warna. Hal ini terlihat padas perubahan warna setiap tiga menit disertai perbedaan hasil hidrolisis pula. Larutan hasil hidrolisis sebelum dilakukan uji Benedict untuk menentukan hasil akhir harus dinetralkan terlebih dahulu, karena semula masih dalam suasana asam.

Berikut hasil uji Hidrolisis Pati adalah sebagimana tertera di Tabel. 8
Tabel. 8

Hasil Uji Iodium Hasil Hidrolisis
5 mL amilum 1 % ditambah 2,5 mL HCl 2 N kemudia dipanskan di penangas air mendidih:

Menit ke 3 Biru Amilopekstin
Menit ke 6 Ungu Amilosa
Menit ke 9 Violet Amilosa
Menit ke 12 Merah Tua Ertitrodekstrin
Menit ke 15 Kuning Coklet Akrodekstrin
Menit ke 18 Kuning Pucat Maltosa
Menit ke 21 Pekat Glukosa

Hasil Akhir dengan uji Benedict yaitu terbentuknya endapan merah bata
Pada uji Hidrolisis Pati ini dilakukan uji Benedict, Seliwanoff, dan Barfoed supaya dapat mengidentifikasi monosakarida-monosakarida yang terbentuk (glukosa dan fruktosa.
Sementara itu, yang dimaksud dengan gula inverse adalah gula yang dapat memutar bidang polarisasi, karena memiliki gugus aldehida dan keton bebas.

Berikut hasil uji Hidrolisis Pati adalah sebagimana tertera di Tabel. 9
Tabel. 9


Perlakuan Uji Hasil Uji
5 mL sukrosa 1 % ditambah 5 tetes HCl pekat kemudian dipanaskan di penagas air mendidih Benedict Terbentuk Endapan Merah Bata
Seliwanoff Terbentuk Merah Jingga
Barfoed Terbentuk Endapan Merah Bata
V. KESIMPULAN

1. Amilum, glokogen, dekstrin, sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, fruktosa, glukosa dan arabinosa masing-masing dalam larutan 1 %. Terbukti positif karbohidrat
2. Pada Amilum, Glikogen, dan Dekstrin adalah polisakarida
3. Pada laktosa, Maltosa, Galaktosa, Fruktosa, Glukosa, dan Arabinosa terdapat gula inversi yaitu dengan terbentuknya endapan merah bata.
4. Pada Sukrosa, Laktosa, dan Maltosa adalah monosakarida. Sedangkan, Galaktosa, Fruktosa, Glukosa, dan Arabinosa adalah disakarida
5. Pada zat Uji Arabinosa, terdpaat pentosa dari uji Barfoed
6. Pada Uji Seliwanof, Ketosa terdapat pada fruktosa
7. Bentuk kristal karbohidrat pada hasil uji Osazon berbeda-beda sesuai dengan zat ujinya.
8. Hasil hidrolisis pati dan amilum adalah amilopektin, amilosa, eritrodekstrin, akrodekstrin, maltosa, dan glukosa
9. hasil hidrolisis sukrosa adalah monosakarida-monsakarida (glukosa dan freuktosa) yang terdeteksi pada uji Benedict, Seliwanoff, dan Barfoed
VI. DAFTAR PUSTAKA

Feseenden dan Fessenden. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Binarupa Aksara. Jakarta
Jalip, IS. 2008. Praktikum Kimia Organik, Edisi kesatu. Laboratorium Kimia Universitas Nasional. Jakarta

http://ritariata.blogspot.com/2010/03/uji-kualitatif-untuk-identifikasi.html

Uji Seliwanoff

Uji Seliwanoff adalah sebuah uji kimia yang membedakan gula aldosa dan ketosa. Ketosa dibedakan dari aldosa via gugus fungsi keton/aldehida gula tersebut. Jika gula tersebut mempunyai gugus keton, ia adalah ketosa. Sebaliknya jika ia mengandung gugus aldehida, ia adalah aldosa. Uji ini didasarkan pada fakta bahwa ketika dipanaskan, ketosa lebih cepat terdehidrasi daripada aldosa.

clip_image002

clip_image003

Seliwanoff-Reaction

Reagen uji Seliwanoff ini terdiri dari resorsinol dan asam klorida pekat:

  • Asam reagen ini menghidrolisis polisakarida dan oligosakarida menjadi gula sederhana.
  • Ketosa yang terhidrasi kemudian bereaksi dengan resorsinol, menghasilkan zat berwarna merah tua. Aldosa dapat sedikit bereaksi dan menghasilkan zat berwarna merah muda.

Fruktosa dan sukrosa merupakan dua jenis gula yang memberikan uji positif. Sukrosa menghasilkan uji positif karena ia adalah disakarida yang terdiri dari furktosa dan glukosa.

Referensi

  • Theodor Seliwanoff, Berichte der deutschen chemischen Gesellschaft, 1887, 20 (1), 181–182.

clip_image005

Artikel bertopik kimia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Trematoda

 

Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit kecuali cacing Schistosoma, mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut (asetabulum). Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas DIGENEA, yang hidup sebagai endoparasit.

Trematoda dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu :

A. Trematoda kelamin terpisah (jantan dan betina)

1. Schistosoma haematobium

2. Schistosoma mansoni

3. Schistosoma japonicum

B. Trematoda kelamin menjadi satu (hermaprodit)

1. Fasciola hepatica

2. Fasciolopsis buski

3. Paragonimus westermani

4. Clonorchis sinensis

Sifat dan Morfologi

1. Trematoda dalam reproduksinya terdapat 2 fase, yaitu :

a. Fase seksual pada Definitive host

b. Faee aseksual pada intermediet host

2. Tidak bersegmen.

3. Mempunyai isap anterior (asetabulum) dimana saluran cerna bermuara.

4. Mempunyai kait atau duri.

5. Mempunyai kulit aselluler, mungkin imempunyai duri atau gerigi.

6. Batil isap ventral untuk melekatkan diri, pada beberapa spesies terletak di posterior.

7. Mempunyai porus genitalis dan letaknya berbeda-beda.

8. Batil isap genital kadang-kadang merupakan alat tambahan (seperti pada Heterophyes).

9. Bentuk saekum (usus besar) bercabang dua sehingga menyarupai bentuk huruf “Y” terbalik.

Siklus Hidup Secara Umum

1. Telur beroperkulum dalama feses atau sputum masuk ke air.

2. Ovum menetap dalam air.

3. Ovum menetas dan berkembang biak menjadi mirasidium yang memepunyai masa hidup sebentar, yaitu +- 48 jam.

4. Mirasidium menembus kepala alat peraba atau kaki keong atau ovum termakan oleh keong dan menetas di dalam tubuh keong.

Hospes

Berbagai macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitive cacing trematoda, antara lain : kucing, kambing, sapi, tikus, babi, burung, luak, harimau, dan manusia.

Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dibagi dalam :

1. Trematoda hati (liver flukes) : Clonorchis sinensis, Opisthorchis felineus, Opisthorchis viverrini, dan Fasciola

2. Trematoda usu (intestinal flukes) : Fasciolopsis buski, ECHINOSTOMATIDAE dan HETEROPHYDAE

3. Trematoda paru (lung flukes) : Paragonimus wetermani

4. Trematoda darah (blood fluke) : Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium

Distribusi geografik

Pada umunya cacingtermatoda ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filiphina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, HETEROPHYDAE di Jakarta dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.

Morfologi dan Daur Hidup

Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih drsoventral dan simetris bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. Tanda khas lainnya adalah terdapatnya 2 buah batil isap, yaitu batil isap mullut dan batil isap perut. Beberapa species mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai huruf “Y” terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada saekum. Pada umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernafasan khusus karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai dengan ganglion di bagian dorsal esophagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermaprodit dengan alat reproduksi yang kompleks.

Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitive. Telur diletakkan di saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau jariingan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak, atau urine. Pada umunya telur berisi sel telur , hanya beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Di dalam air, telur menetas bila sudah mengandung mirasidium (telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3minggu. Pada beberapa spesies Trematoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong, atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keogn air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut sporokista (S). sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia (R), bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, farinf, dan saekum. Di dalam sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).

Perkembangan larva dalam hospes pertantara I mungkin terjadi sebagai berikut :

M è S è R è SK : misalnya Clonoschis sinensis

M è S1 è S2 è SK : misalnya Schistosoma

M è S è R1 è R2 è SK : misal trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitive mendapat infeksi apabila makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitive, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja, dahak, urine atau dalam jaringan biopsy, dapat pula dengan reaksi serologi untuk membantu menegakkan diagnose.

Prognosis

Pada umunya bila penyakit belum mencapai stadium lanjut dengan fibrosis alat vital seperti jantung, hati , dan lain-lain, prognosis adalah baik bila diberi pengobatan dini.

Epidemiologi

Kebiasaan memakan HP II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik merupakan factor penting demi transmisi penyakit, kecuali pedal skistosomiasis yang infeksinya terjadi karena manusia mandi, mencuci atau masuk ke dalam air seperti kali atau parit yang mengandung serkaria.

Paragonimus westermani

Paragonimus westermani mempunyai kesamaan spesies, yaitu : Distema westermani, oriental Lung Flukes, Paragonimus ringeri. Penyebaran geografisnya di Asia Timur, Asia Tenggara termasuk Indonesia, Afrika dan Amerika Selatan.

Spesies-spesies yang lain adalah : P. alfricanus (afrika), P. mexicanus (mexico dan amerika latin), P. uterobilaterallio (Nigeria), dan P. kellicotti (Jepang)

Morfologi :

1. Berbentuk ovoid seperti biji kopi

2. Mempunyai ukuran 7-12 x 4-6 mm

3. Warna yang segar adalah coklat kemerahan, sedangkan bila diawetkan adalah abu-abu

4. Kutikula mempunyai sisik-sisik kecil

5. Batil isap oral hampit sama besar dengan batil isap ventral

6. Testis terdiri dari 2 lobus di bagian posterior kanan dan kiri

7. Genital pore : posterior dari batil isap ventral

8. Ovarium berlobus, terletak di kiri agak ke belakang dari batil isap ventral

9. Uterus di sebelah kanan agak di muka ovarium

10. Vitellaria di lateral kanan dan kiri, berupa folikel-folikel yang kecil

11. Telur :

· Ukuran 80-120 x 40-6 mikron

· Warna coklat keemasan

· Operculum jelas

· Terdapat penebalan di bagian ujung lain

Siklus hidup

1. Habitat cacing dewasa, yaitu dalam paru-paru dari definitive host (manusia dan carnivora)

2. Telur dikeluarkan bersama sputum atau bila sputum ini tertelan, maka telur dijumpai dalam feses

3. Bila telur dalam air, maka perlu beberapa minggu untuk menetas menjadi mirasidium

4. Mirasidium mencari intermediate host pertama yaitu snail dari genus :

- Semisulecopira, Thiora, Pomaoea, Pomatiopsis. Dan perkembangan dalam tubuh snail seperti pada Fasciola hepatica, yaitu : Sporokista redia I – redia II dan akhirnya serkaria

5. Serkaria selanjutnyakeluar dari snail mencari i.m II atau snail tersebut yang dimakan i.m II, dan sebagai i.m II adalah : kepiting air tawar, udang air tawar. Dalam kepiting/udang tersebut parasit mengadakan onklotani menjadi metaserkaria (jumlah -+ 3000)

6. Bila kepiting/udang dimakan i.m II maka metaserkaria mengadakan enkistasi, selanjutnya menembus dinding usus menuju berturut-turut : cavum abdomen, diafragma, cavum pleurae dan akhirnya paru-paru. Perjalanan ini memerlukan waktu +-20 hari

Dalam paru-paru berubah menjadi cacing dewasa dalam waktu 5-6minggu. Kadang-kadang cacing tidak dapat mencapai paru-paru, tetapi terhenti dalam perjalanan dan disebut “Ectopic Focus”

Skema Siklus Hidup

Telur dikeluarkan dalam sputum atau tertelan dan dikeluarkan dalam tinja/feses è telur matang dalam air dan menetas dalam 20 hari menjadi mirasidium è mirasidium berkembang menjadi sporokista è redia I è redia II è berkembang menjadi serkaria è keluar dari snail/siput è enkistasi pada i.m atau hopes perantara II (kepiting/udang) è eksistasi dalam usus halus è menetap dalam paru-paru. Dan yang tidak dapat mencapai paru-paru disebut “Ectopic Focus”

Dengan catatan bahwa :

- Manusia mendapat infeksi dengan jalan makan kepiting/udang yang tidak dimasak

- Pada ibu-ibu rumah tangga/koki-koki, infeksi diperoleh dengan cara kontaminasi dari jari kuku waktu mencicipi makanan sebelum masak

Patologi

1. Invasi sedikit berpengaruh pedal hospes

2. Dalam paru-paru :

- Reaksi jaringan mengakibatkan pembentukan kapsul jaringan fibrosa (berwarna biru bersih) yang mengandung : cacing (umunya berpasangan), telur, dan infiltrate radang. Berhubungan dengan jalan pernafasan. Komplikasi sekunder kista paru, bronkiektasis, pembentukan abses dan sering terjadi TB

3. Pedal tempat ektopik ; kista yang sama dapat ditemukan dimana-mana dalam tubuh

4. Manifestasi umu adalah eosinofilia

5. Keluhan :

- Batuk-batuk disertai sputum

- Hemoptisis

- Nyeri local

- Keluar keringat pada malam hari

Diagnose

1. Dengan ditemukannya telur dalam sputum, cairan pleura

2. Serologis :

- Complement fication test

- Intradermal test

Pencegahan

- Memasak kepiting/udang dengan baik

- Cuci tangan yang bersih terutama bagi ibu-ibu/koki-koki

DAFTAR PUSTAKA

è Soejoto Dkk. 1989. Parasitologi Medik Helminthologi Jilid 2. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. Jakarta. (Halaman 96 Dan Halaman 107-109).

è Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Gaya Baru. Jakarta (Hal. 51-53)

THALASEMIA

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.

Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.

Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.

B. Rumusan Masalah

- Apa pengertian dari thalasemia?

- Apa penyebab dan bagaimana proses terjadinya tanda dan gejala klinis pada penderita thalasemia?

- Apakah penyebab utama pada manifestasi klinis penderita thalasemia tersebut disebabkan oleh adanya kelainan dalam produksi hemoglobin?

- Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pada penderita thalasemia?

- Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia?

C. Tujuan Penulisan

- Dapat mengetahui patofisiologi tanda dan gejala klinis thalasemia.

- Dapat menetapkan penyebab utama manifestasi klinis thalasemia yang disebabkan oleh adanya kelainan produksi hemoglobin.

- Mampu melakukan penetapan diagnosis atau diagnosis banding pada penderita thalasemia.

- Mampu memberikan terapi atau penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia

- Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.

- Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (komponen darah).

- Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.

- Thalasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas Stauros, Yunani, dr Vasili Berdoukas, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal.

Patofisiologi :

Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe). Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.

Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh.Penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian.

B. Macam-macam thalasemia

- Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :

1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)

Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen)

Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.

Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

· Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia.

· Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)

Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.

· Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)

Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.

HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.

Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.

· Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.

Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF.

Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.

2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)

Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.

Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.

a. Thalassemia βo

Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA.

Bayi baru lahir dengan thalasemia β mayor tidak anemis.

Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat.

Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi. (Kapita selekta kedokteran)

b. Thalassemia β+

Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

- Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :

1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.

Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.

Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.

Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.

Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

2. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.

C. Patofisiologi dan patogenesis

Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik.

Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia.

Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit mononuclear.

Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe.

1. Thalasemia-α
Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut sangat hipoksik.

Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin.
Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.

2. Thalasemia-β

Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α.

Rantai α tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi.

Kelebihan rantai α tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.

Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi, polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.

D. Patofisiologi gejala klinis thalasemia

Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu: anemis, pucat, mudah capek, dan adanya penurunan kadar hemoglobin.

Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat.

Penurunan fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan pembentukan hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam hemoglobin.

Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke jaringan tetap terjaga maka jantung sebagai pemompa darah berdenyut lebih keras dan sering yang disebut sebagai takikardia di mana hal ini juga terjadi pada anak (denyut nadi 120 kali/menit, normal 60-100 kali.menit). Tetapi frekuensi respirasi pasien dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24 kali/menit).

Lemas dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel sebagai proses penghasil energi berkurang. Pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin (4,8 g/dl) di mana nilai rujukan normal untuk anak-anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo, 2007).

Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan produksi/pembentukan hemoglobin berupa kelainan susunan asam amino dan kelainan kecepatan sintesis hemoglobin. Kelainan dua hal tersebut dapat dikategorikan adanya hemoglobinopati. Kelainan pembentukan hemoglobin tersebut dapat mengakibatkan adanya morfologi eritrosit abnormal (mikrositik, Heinz bodies, sel target) sehingga dengan cepat akan didestruksi oleh limpa dan hati. Peristiwa destruksi eritrosit secara cepat kurang dari masa hidupnya (120 hari) disebut sebagai hemolisis.

Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu tanda dari anemia hemolitik di mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien ditemukan splenomegali sebesar 1 shuffner (satuan splenomegali yang diukur dengan membuat garis diagonal antara arcus costarum dengan crista illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut dibagi menjadi delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner).

Splen atau limpa secara normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal sehingga dapat melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi biliribun di hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel plasma dalam system imun, dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru lahir.

Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat. Eritrosit abnormal cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga semakin banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan semakin berat. Hal inilah yang menyebabkan adanya splenomegali.

Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai kompensasi atau umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi ke jaringan kurang merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum tulang. Untuk menunjang dan membantu kerja sumsum tulang dalam eritropoesis sehingga terbentuk eritropoesis ekstramedular pada limpa dan hati sehingga merupakan salah satu penyebab hepatosplenomegali.

Pada pasien hemoglobinopati anemia sel sabit tidak ditemukan hepatomegali di mana limpa mengecil dikarenakan terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa lebih aktif dibandingkan makrofag pada hati.

Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan oleh pemberian obat penambah darah dan penyerapan besi meningkat akibat peningkatan eritropoesis di mana mengandung preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan cadangan besi berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis ferritin (simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi) dan sebagai tempat penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.

Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat mengakibatkan penurunan imunitas tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa sebagai tempat sintesis limfosit dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati sebagai tempat yang sering dilalui mikroorganisme patogenik yang akan dihancurkan sebelum memasuki saluran gastrointestinal. Kemungkinan pasien mengalami infeksi dimana terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien, yaitu : suhu (38,00C), panas, tonsil membesar dan kemerahan, dan faring kemerahan. Infeksi ini bisa didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria, hepatitis, haemophilus, streptococcus, pneumococcus, dll.

Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya metabolisme organ yang berlebihan terhadap infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan limfoid yang memproduksi limfosit untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan membesar apabila bekerja berlebihan terhadap suatu infeksi atau penurunan imunitas lainnya. Infeksi mikroorganisme menyerang saluran pencernaan salah satu faring sehingga membuat organ tersebut mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya pada pasien yaitu batuk pilek.

- Gejala klinis thalasemia mayor :

1. Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen

2. Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena hiperplasia sumsum hebat

3. Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.

4. Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kandang terlihat brush appereance.

5. Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan keterlambatan menarse dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder. Selain itu juga menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia jantung, gagal

jatung, dan perikarditis.

6. Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi

- Gejala klinis Thalasemia minor

Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya menunjukkan gejala-gejala yang ringan.

Orang dengan anemia talasemia minor (paling banyak) ringan (dengan sedikit menurunkan tingkat hemoglobin dalam darah).

Situasi ini dapat sangat erat menyerupai dengan anemia kekurangan zat besi ringan. Namun, orang dengan talasemia minor memiliki tingkat besi darah normal (kecuali mereka miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan lain). Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk thalassemia minor. Secara khusus, besi tidak perlu dan tidak disarankan.

E. Penyebab Thalasemia

1. Gangguan genetik

Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien memiliki gen resesif homozygote.

2. Kelainan struktur hemoglobin

- Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A digantikan oeh asam glutamate di Hb S.

- Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai beta).

3. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu

Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.

4. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari)

Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya pembentukan sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.

5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)

Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.

F. Mutasi Genetik

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.
Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

a. Beta thalasemia

Nama

 

Deskripsi

 

Alel

         

β talasemia minor (kadang-kadang disebut sifat talasemia β)

 

Jika hanya satu β globin beruang alel mutasi. Ini adalah ringan anemia mikrositik . Deteksi biasanya melibatkan mengukur nilai MCV (ukuran sel darah merah) dan melihat rata-rata volume menurun sedikit dari biasanya. Pasien akan memiliki fraksi peningkatan Hemoglobin A2 (> 3,5%) dan sebagian kecil penurunan Hemoglobin A (<97,5%).

 

β + / β atau β o / β

Thalassemia intermedia

 

Kondisi penengah antara bentuk utama dan minor. individu yang terkena sering dapat mengatur kehidupan normal, tetapi mungkin perlu sesekali transfusi misalnya pada saat sakit atau kehamilan, tergantung tingkat keparahan anemia mereka.

 

β + / + atau β o β / β +

β talasemia atau Cooley's anemia utama

 

Jika kedua alel memiliki mutasi talasemia. Ini adalah mikrositik parah, hipokrom anemia . Tidak diobati, hal itu menyebabkan anemia , splenomegali , dan kelainan bentuk tulang parah. Hal ini berlangsung sampai mati sebelum usia dua puluh. Pengobatan terdiri dari periodik transfusi darah ; splenektomi jika splenomegali hadir, dan perawatan transfusi kelebihan zat besi disebabkan. Cure ini dimungkinkan dengan transplantasi sumsum tulang . Cooley's anemia ini dinamai Thomas Cooley Benton . [2]

 

β + / β o atau β o / β o atau β + / β +

Perhatikan bahwa β 0 / β dapat dikaitkan dengan β talasemia β thalassemia intermedia atau minor, dan β + / β + dengan besar atau thalassemia intermedia.

Mutasi genetik hadir dalam thalassemia β sangat beragam, dan sejumlah mutasi yang berbeda dapat menyebabkan berkurang atau tidak ada sintesis globin β.

Dua kelompok utama dari mutasi dapat dibedakan:

- Bentuk Nondeletion :cacat ini umumnya melibatkan substitusi basa tunggal atau penghapusan kecil atau sisipan di dekat atau hulu dari gen globin β. Umumnya, mutasi terjadi di daerah promotor sebelum gen beta-globin. Kurang sering, varian sambatan abnormal dipercaya untuk berkontribusi pada penyakit.

- Penghapusan Bentuk :Penghapusan dengan ukuran yang berbeda yang melibatkan gen globin β menghasilkan sindrom yang berbeda seperti (β o) atau ketekunan turun-temurun dari hemoglobin janin sindrom.

b. Alpha Thalasemia

Alel terpengaruh

Deskripsi

Genotip

     

Salah satu

Ada efek minimal. Tiga α-globin alel cukup untuk memungkinkan produksi hemoglobin yang normal, dan tidak ada gejala klinis. Mereka telah disebut pembawa diam. Mereka mungkin memiliki sedikit berkurang nilai MCV dan MCH .

- / Α α / α

Dua

Kondisi ini disebut sifat thalassemia alpha. Dua alel α izin mendekati normal eritropoiesis , tetapi ada ringan mikrositik hipokrom anemia . Penyakit dalam bentuk ini bisa keliru untuk anemia kekurangan zat besi dan diperlakukan tidak tepat dengan besi.

sifat Thalassemia Alpha bisa eksis dalam dua bentuk:

  • alpha-thal-1 (- / - α / α), terkait dengan Asia, melibatkan penghapusan cis alpha kedua alel pada kromosom yang sama;
  • alpha-thal-2 (- / α - / α), terkait dengan Afrika-Amerika , melibatkan penghapusan trans dari alel alfa pada berbeda (homolog) kromosom.

- / - Α / α atau
- / Α - / α

Tiga

Kondisi ini disebut penyakit hemoglobin H. Dua hemoglobin tidak stabil yang hadir dalam darah: Hemoglobin Barts (tetrameric rantai γ ) dan Hemoglobin H (tetrameric rantai β ). Kedua hemoglobin tidak stabil memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk oksigen dari hemoglobin normal, sehingga dalam pengiriman oksigen miskin untuk jaringan. Ada mikrositik hipokrom anemia dengan sel target dan badan Heinz (diendapkan HBH) pada apusan darah tepi , serta splenomegali . Penyakit ini pertama mungkin melihat di masa kecil atau dalam kehidupan dewasa awal, ketika anemia dan splenomegali dicatat.

- / - - / Α

Empat

Para janin tidak bisa hidup sekali di luar rahim dan tidak dapat bertahan hidup kehamilan: kebanyakan bayi tersebut meninggal saat lahir dengan fetalis hidrops , dan mereka yang lahir hidup mati segera setelah lahir. Mereka adalah pembengkakan dan memiliki sedikit beredar hemoglobin, dan hemoglobin yang hadir adalah semua γ tetrameric rantai (Barts hemoglobin).

- / - - / -

G. Diagnosis Thalasemia.

1. Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan

2. Pemeriksaan fisis

- Pucat

- Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)

- Dapat ditemukan ikterus

- Gangguan pertumbuhan

- Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar

3. Pemeriksaan penunjang

a. Darah tepi :

- Hb rendah dapat sampai 2-3 g%

- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.

- Retikulosit meningkat.

b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)

- Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.

- Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

c. Pemeriksaan khusus :

- Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.

- Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

4. Pemeriksaan lain :

- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

5. Diagnosis banding

Thalasemia minor :

- Anemia kurang besi

- Anemia karena infeksi menahun

- Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)

- Anemia sideroblastik

H. Pengobatan dan pencegahan

Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.

Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.

Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang.Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.Thalasemia menurut para ahli belum ada obatnya, tapi pengobatan alami dengan menggunakan cyano spirulina dan jelly gamat akan membantu mengurangi frekwensi transfusi darahnya .

Alasanya : kandungan Cyano Spirulina terdapat 5 zat gizi utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan 4 pigmen alami yaitu betakaroten, klorofil, xantofil, dan Fikosianin.

Pigmen adalah zat warna alami yang ada pada tumbuhan. pigmen pada cyano Spirulina berfungsiebagai detoksifikasi (pembersih racun), perlindungan tubuh terhadap radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan jumlah bakteri ”baik” di usus, meningkatkan haemoglobin (Hb), dan sebagai antikanker.

Selain itu, cyano Spirulina mengandung klorofil, Vitamin B 12, Asam folat dan zat besi yang duperlukan untuk pembentukan darah merah. Konsumsi cyano Spirulina secara teratur akan mencegah terjadinya anemia ( kurang darah)

Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.

I. Faktor resiko penderita thalasemia

- Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia

- Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama

- Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika Pendaratan.

- Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang India, Cina, atau orang Philipina.

J. Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada Penderita Thalasemia

Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek ekonomi, sosial, dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari pasien.

Pada pasien anak dapat diberikan terapi:

- Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

- Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.

- Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.

- Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.

- Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi

- Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap hari.

- Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.

- Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat splenektomi.

Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.

LAMPIRAN

       
  clip_image003   clip_image004

clip_image006Gb.1 Perbandingan sel erytrosit Gb.2 sediaan darah tepi pada penderita thalasemia

clip_image008

Gb.4 Karakteristik wajah Gb.4 Karakteristik wajah anak thalasemia

Gb.3 Skema penurunan gen thalasemia

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia.

Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi penyakit tersebut menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak dengan penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktif bahkan mati di dalam kandungan atau mati setelah lahir seperti pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop fetalis. Keadaan ini sangat memperihatinkan jika anak-anak yang lahir tidak akan mencapai usia dewasa, maka generasi berikutnya akan semakin berkurang bahkan akan lenyap setelah beribu-ribu tahun.

B. Saran

- Sebaiknya orang tua senantiasa memperhatikan kesehatan anaknya

- Perlu dilakukannya penelusuran pedigree/garis keturunan untuk mengetahui adanya sifat pembawa thalassemia pada keluarga penderita thalasemia.

- Sebaiknya calon pasutri sebelum menikah melakukan konsultasi untuk menghindari adanya penyakit keturunan, seperti pada thalassemia.

- Perlu dilakukannya upaya promotif dan preventif terhadap thalassemia kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh pelayan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

- Ganie RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya . dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .2005

- Hoffbrand A.V. and Pettit J.E. (2001). Genetic Diorders of Haemoglobin. In: Hoffbrand AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of Clinical Hematology. 3th ed. 5: 85-98. London: Mosby

- Weatherall D.J. (1965). Historical Introduction. In: Weatherall DJ (ed). The Thalassaemia Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.

- Permono B, Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia.Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya

- www.Pediatrik.com [diakses 23 April 2011 ]

- Mansjoer A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW dan setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media aesculapius, 2001. 497-498

- Darling D. THALASSEMIA. . United states of america

- www.daviddarling.info ( akses 22 April 2011 )

- Hemoglobin: Structure & Function.2007.http–www_med-ed_virginia_edu-courses-path-innes-images-nhgifs-hemoglobin1_gif.htm ( akses 20 April 2011 )

- About thalassemia. Sarawak Thalassaemia Society. 2000. www.thalassaemia.cdc.net.

- Ananta Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari Pustaka. 2000

- http://belibis-a17.com/2008/05/12/thalasemia/

► PROTEIN ◄

 

Pencernaan protein dimulai di :

  1. Di lambung, Hydrochloric acid (HCL) menguraikan rangkaian protein (denaturasi protein) dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin lalu menguraikan protein menjadi polipeptida kecil dan beberapa asam amino bebas.
  1. Di usus kecil, polipeptida diuraikan menjadi asam amino dengan menggunakan enzim pankreas dan intestinal protease:

a. Trypsin à menguraikan ikatan peptida menjadi asam amino lysine dan arginine.

b. Chymotrypsin à menguraikan ikatan peptoda menjadi asam amino phenylalanine, tyrosine, tryptophan, methionine, asparagine, dan histidine.

c. Carboxypeptidase à menguraikan asam amino dari ujung karboksil polipeptida.

d. Elastase dan collagenase à menguraikan polipeptida menjadi polipeptida yang lebih kecil dan tripeptida. Dan enzim yang ada di permukaan sel dinding usus halus yaitu :

i) Intestinal tripeptidase à menguraikan tripeptida menjadi dipeptida dan asam amino.

ii) Intestinal dipeptidase à menguraikan tripeptida menjadi asam amino.

iii) Intestinal aminopeptidase à menguraikan asam amino dari ujung amino polipeptida kecil.

  1. Setelah itu, asam amino diserap oleh dinding usus, lalu diangkut ke sel, dimana asam amino tersebut dilepaskan ke dalam darah.
  1. Kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh, melainkan akan dirombak dalam hati menjadi senyawa yang mengandung unsur N, seperti NH3 (amonia) dan NH4OH (amonium hidroksida) serta senyawa yang tidak mengandung unsur N. Senyawa yang mengandung unsur N akan disintesis menjadi urea di hati, karena hati mempunyai enzim arginase. Urea diangkut bersama zat-zat sisa lainnya ke ginjal untuk dikeluarkan melalui urin. Senyawa yang tidak mengandung unsur N akan disintesis kembali.

METABOLISME PROTEIN:

Protein turn-over dan amino acid pool :

Protein dalam tubuh bersifat dinamis, selalu ada sintesis dan degradasi. Di dalam setiap sel, protein secara kontinu dibuat dan diuraikan, proses ini disebut protein turn-over. Saat protein diuraikan, asam amino dibebaskan. Asam amino ini bercampur dengan asam amino dari dietary protein membentuk amino acid pool di dalam sel dan peradaran darah.

Nitrogen Balance:

  1. Negatif jika N out > N in
  2. Positif jika N out < N in
  3. Zero jika N out = N in

ANABOLISME

  1. SINTESIS PROTEIN TRANSKRIPSI

Sintesis mRNA dari salah satu rantai DNA, yaitu rantai cetakan atau sense. RNA dihasilkan dari aktivitas enzim RNA polimerase. Enzim ini membuka pilinan kedua rantai DNA hingga terpisah dan merangkainkan nukleotida RNA dari arah 5’ ke 3’. Inisiasi Daerah DNA dimana RNA polimerase melekat dan mengawali transkripsi disebut promoter. Elongasi Pilinan heliks ganda DNA terbuka secara berurutan. Setelah sintesis RNA berlangsung, DNA heliks ganda terbentuk kembali dan molekul RNA baru akan lepas dari cetakan DNA-nya. Terminasi RNA polimerase mencapai titik akhir. TRANSLASI Proses mRNA mengarahkan serangkaian asam amino dan sintesis protein. Inisiasi Terjadi dengan adanya mRNA, sebuah RNAt yang memuat asam amino pertama dari polipeptida dan 2 subunit RNAr. Pertama, subunit ribosom kecil mengikatkan diri pada RNAd dan RNAt inisiator. Pada mRNA terdapat kodon inisiasi AUG (start codon), yang memberi sinyal dimulainya proses translasi. RNAt inisiator yang membawa asam amino metionin, melekat pada kodon inisiasi AUG. Elongasi Asam amino-asam amino berikutnya ditambahkan satu persatu pada asam amino pertama (metionin). Molekul RNAr dari subunit ribosom besar berfungsi sebagai enzim, yaitu mengkatalis pembentukan ikatan peptida yang menggabungkan polipeptida yang memanjang ke asam amino yang baru tiba. Terminasi Elongasi berlanjut terus hingga ribosom mencapai kodon stop (UAA, UAG, atau UGA). Kodon stop hanya bertindak sebagai sinyal untuk menghentikan translasi. Akhirnya, rantai protein terbentuk.

  1. SINTESIS ASAM AMINO NON ESSENSIAL

a. Transamination of α-keto acids Pyruvate Alanine Oxaloacatate Aspartate α-keto glutarat Glutamate

b. Amidation Glutamate Glutamine by glutamine synthetase Aspartate Asparagine by asparagine synthetase

c. Synthesis from other amino acids 3-phospoglycerate 3-phospopyruvate serine Glutamate prolin by cyclization and reduction reactions Serine glycine by removal of hydroxymethil group and by hydroxymethyl transferase Metionin cysteine Fenilalanin tyrosine by phenylalanine hydroxylase.

KATABOLISME :

  1. KATABOLISME NITROGEN ASAM AMINO à UREA (removal of α-amino group)

a. Transaminasi

Semua asam amino, kecuali lysine, threonine, proline, dan hydroxyproline, mengalami transaminasi. Dalam transaminasi, grup α-amino dihilangkan. Enzim alanine aminotransferase: Enzim glutamate aminotransferase: Pyruvate α-amino acid α-ketoglutarat α-amino acid L-alanine α-keto acid L-glutamate α-keto acid

b. Deaminasi oksidatif

Menggunakan enzim L-glutamate dehydrogenase: NAD+ NADH, NH3, Glutamate, α-ketoglutarate, dehydrogenase. Glutamate NH3 NADP+ NADPH

c. Transpor ammonia

i) Di kebanyakan jaringan Glutamine synthetase mengubah kombinasi amonia dan glutamate menjadi glutamine (bentuk transpor amonia yang tidak beracun). Glutamine lalu ditranspor oleh darah ke hati, dimana glutamine diuraikan oleh glutaminase menjadi glutamate dan amonia bebas.

ii) Di otot Hasil transaminasi piruvat (hasil akhir glikolisis), yaitu alanine. Alanine ditranspor oleh darah ke hati, dimana alanine diubah lagi menjadi piruvat dengan transaminasi. Di hati, proses glukoneogenesis dapat menggunakan piruvat untuk mensintesis glukosa, yang mana dapat memasuki darah dan digunakan oleh otot – proses tersebut bernama glucose-alanine cycle sebagian besar di hati, di otot, jaringan Glutamat, Glutamat Urea, Asam amino NH4+ATP Glutamine, Glutaminase sintetase H2O. H2O Glutamate α-Keto- α-Keto-Glutamate ADP, Pi glutarat Glutamine, Pyruvat, Alanine, Glukosa

d. Siklus urea

i) Di mitokondria CO2 +NH + 2 ATP Carbomyl phospate ; enzim:Carbomyl phospate synthetase I L-Ornithine L-Citruline ; enzim:Ornithine transcarbamoylase Carbomyl phospate Pi

ii) Di sitosol *L-Citruline + L-Aspartate Argininosuccinate ATP AMP + Ppi *Argininosuccinate Fumarate + L-Arginine ; enzim: Argininosuccinatelyase >>Fumarat dihidrasi menjadi malat yang dapat ditranspor ke mitokondria dan memasuki kembali Kreb’s Cycle. Selain itu, sitosolik malate dapat dioksidasi menjadi oksaloasetat, yang mana dapat diubah menjadi aspartat atau glukosa. *L-Arganine L-Ornithine + Urea ; enzim: arginase OVERALL: Aspartate + NH3 + CO2 + 3 ATP Urea + Fumarate + 2 ADP + AMP + 2 Pi + PPi+ 3 H20 *Urea berdifusi dari hati dan ditrasnpor dalam darah k eginjal, dimana urea disaring dan dikeluarkan dalam urine. Sebagian dari urea berdifusi ke ke usus halus dan diuraikan menjadi CO2 dan NH3 oleh bakteriurease. Amonia ini sebagian hilang di feces dan sebagian lagi diserap lagi oleh darah.

  1. KATABOLISME RANTAI KARBON ASAM AMINO

a. Asam amino glukogenik: asam amino yang katabolismenya menghasilkan piruvat atau salah satu intermediat dari siklus Krebs, yaitu:

v Asparagin aspartat oxaloacetate

v Glutamine

● Phenilalanin fumarat Prolin αketoglutarate Tyrosin Arginine Histidine

● Metionin

v Alanine Valin succynil-coA Serine Isoleusin Glycine pyruvat Threonn Sistein Threonine

b. Asam amino ketogenik: asam amino yang katabolismenya menghasilkan acetoacetate atau salah satu bahan bakunya (acetyl coA atau acetoacetyl coA). Acetoacetate adalah salah satu dari ketone body, yaitu:

v Leusin hanya ketogenic Lisin

v Isoleusin : ketogenic dan glukogenic Triptofan

HORMON yang BERPENGARUH PADA METABOLISME PROTEIN

  1. Hormon Tiroid Efek utama T3/T4

adalah untuk menggalakkan sintesis protein secara umum dan menghasilka keseimbangan nitrogen yang positif. Konsentrasi T3 yang sangat tinggi akan menghambat sintesis protein dan menyebabakan keseimbangan nitrogen yang negatif. Tiroksin meningkatkan kecepatan metabolisme seluruh sel, secara tidak langsung juga mempengaruhi metabolisme protein. Jika karbohidrat dan lemak tidak cukup tersedia untuk energi, tiroksin menyebabkan pemecahan protein yang cepat dan memakainya untuk energi.

  1. Insulin

Insulin penting untuk sintesis protein. Kekurangan insulin secara total, mengurangi sintesis protein sampao hampir nol. Meski tidak diketahui kenapa, tapi insulin memang mempercepat transpor asam amino ke sel. Insulin juga meningkatkan persediaan glukosa ke sel, sehingga kebutuhan asam amino untuk energi berkurang.

  1. Glukokortikoid

Glukokortikoid yang disekresikan adrenal kortex mengurangi kuantitas protein di sebagian besar jaringan, tapi meningkatkan konsentrasi asam amino di dalam plasma, juga meningkatkan protein hati dan protein plasma. Diduga bahwa glukokortikoid bekerja dengan meningkatkan kecepatan pemecahan protein ekstrahepatik, dengan demikian, meningkatkan jumlah asam amino yang tersedia dalam cairan tubuh. Hal ini sebaliknya memungkinkan hati meningkatkan jumlah sintesis protein ekstraseluler dan protein plasma.

  1. Testosteron

Testosteron menyebabkan peningkatan deposit protein dalam jaringan di seluruh tubuh, terutama peningkatan protein kontraktil otot. Berbeda dengna hormon pertumbuhan yang menyebabakna jaringan terus menerus tumbuh hamoir tak terbatas, testosteron menyebabkan otot dan jaringan protein lain membesar hanya untuk beberapa bulan.

PEMBENTUKAN KETON BODIES:

Setelah deaminasi, dikeluarkan sebagai urea. Rangkaian karbon yang tersisa setelah transaminasi :

(1) dioksidas menjadi CO2 lewat citric acid cycle

(2) membentuk glukosa (glukoneogenesis)

(3) membentuk keton bodies.Ketone body biasa digunakan setelah puasa untuk waktu yang lama (lebih dari 10 hari) sebagai sumber energi alternatif. Ketone bodies dalam jumlah yang kecil normal dalam darah, tapi bila konsentrasinya meningkat, pH dalam darah menurun. Ini disebut ketosis, sebuah tanda bahwa keadaan kimia tubuh mulai kacau. Saat dimana lebih banyak lagi keton bodies yang terakumulasi sehingga menyebabkan kadar pH darah turun sampai taraf asam yang membahayakan, keadaan ini disebut ketoacidosis.

PEMBENTUKAN ALBUMIN

Albumin disintesis dalam hati dengan pengaruh hormon insulin / T4 atau kortisol. Kadar albumin yang normal dalam darah untuk orang dewasa (> 3 tahun) adalah 3,5-5 g/dL. Untuk anak-anak yang berumur kurang dari 3 tahun, kadar yang normal adalah 2,5-5,5 g/dL.

BLOOD UREA NITROGEN (BUN) TEST

BUN adalah tes untuk mengatur seberapa baik ginjal bekerja. Tes ini mengukur kandungan nitrogen yang ada dalam darah, yaitu urea. Penyakit pada ginjal kadang membuat ginjal susah untuk menyaring urea sebanyak biasanya. Ini menyebabkan tingginya level urea dalam darah. Dalam tes ini, sampel darah akan diambil. Batas yang normal untuk BUN adalah 7-20 mg/dL.

Apa yang Diukur dalam Tes Fungsi Hati?

Produk berikut biasanya diukur sebagai bagian dari tes fungsi hati:

  • ALT (alanin aminotransferase), juga dikenal sebagai SGPT (serum glutamik piruvik transaminase)
  • AST (aspartat aminotransferase), juga dikenal sebagai SGOT (serum glutamik oksaloasetik transaminase)
  • Fosfatase alkali
  • GGT (gamma-glutamil transpeptidase, atau gamma GT)
  • Bilirubin
  • Albumin

Lembaran Informasi (LI) 120 menunjukkan nilai normal atau nilai rujukan untuk semua tes tersebut. Harus ditekankan bahwa nilai ini berbeda tergantung pada alat yang dipakai di laboratorium yang melakukan tes serta cara penggunaannya. Laporan laboratorium yang kita terima setelah melakukan tes menunjukkan nilai normal yang berlaku. Sebagai contoh, batas atas nilai normal (BANN) untuk AST dapat berkisar dari 35 hingga 50, dan berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Jadi bila kita ingin dapat komentar mengenai hasil tes, sebaiknya kita menyebut baik hasil tes maupun nilai normal. Selain itu, hasil tes juga dapat berubah tergantung pada jam berapa darah diambil. Sebaiknya contoh darah kita diambil pada jam yang sama setiap kali kita dites fungsi hati, dan juga selalu pada laboratorium yang sama.

Enzim Hati

ALT adalah lebih spesifik untuk kerusakan hati. ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran cairan empedu.

AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati. Dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa.

Fosfatasealkali meningkat pada berbagai jenis penyakit hati, tetapi peningkatan ini juga dapat terjadi berhubungan dengan penyakit tidak terkait dengan hati. Fosfatase alkali sebetulnya adalah suatu kumpulan enzim yang serupa, yang dibuat dalam saluran cairan empedu dan selaput dalam hati, tetapi juga ditemukan dalam banyak jaringan lain. Peningkatan fosfatase alkali dapat terjadi bila saluran cairan empedu dihambat karena alasan apa pun. Di antara yang lain, peningkatan pada fosfatase alkali dapat terjadi terkait dengan sirosis dan kanker hati.

GGT sering meningkat pada orang yang memakai alkohol atau zat lain yang beracun pada hati secara berlebihan. Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan selain hati. Serupa dengan fosfatase alkali, GGT dapat meningkat dalam darah pasien dengan penyakit saluran cairan empedu. Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua penyakit hati, bahkan juga pada orang yang sehat. GGT juga dibuat sebagai reaksi pada beberapa obat dan zat, termasuk alkohol, jadi peningkatan GGT kadang kala (tetapi tidak selalu) dapat menunjukkan penggunaan alkohol. Penggunaan pemanis sintetis sebagai pengganti gula, seumpamanya dalam diet soda, dapat meningkatkan GGT.

Tes Air Seni

Ada serangkaian tes pada air seni untuk menilai fungsi ginjal. Sebuah tes sederhana, yang disebut urinanalisis, sering dilakukan pada awal. Contoh air seni diperiksa secara fisik untuk ciri termasuk warna, bau, penampilan, dan kepadatan; diperiksa secara kimia untuk unsur termasuk protein, glukosa, dan pH; dan di bawah mikroskop untuk keberadaan unsur sel (sel darah merah dan putih, dll.), bakteri, kristal, dsb. Kalau hasil tes ini menunjukkan kemungkinan ada penyakit atau penurunan pada fungsi ginjal, tes yang berikut mungkin dapat dilakukan:

  • Keluaran kreatinin (creatinine clearance). Tes ini menilai kemampuan ginjal untuk menghilangkan senyawa yang disebut kreatinin dari darah. Kreatinin adalah bahan ampas dari metabolisme tenaga otot, yang seharusnya disaring oleh ginjal dan dimasukkan pada air seni. Tes ini mengukur jumlah kreatinin yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam. Untuk menghitung keluaran, tingkat kreatinin dalam darah juga harus diukur.
  • Keluaran urea. Urea adalah bahan ampas dari metabolisme protein, dan dikeluarkan dalam air seni. Seperti keluaran kreatinin, tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam, dan juga membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam darah.
  • Osmologi air seni. Tes ini mengukur jumlah partikel (bibit) yang dilarutkan dalam air seni, untuk menilai kemampuan ginjal untuk mengatur kepekatan air seni sebagaimana konsumsi air meningkat atau menurun.
  • Keberadaan protein. Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari darah dan menyerapnya kembali, sehingga tingkat protein dalam air seni tetap rendah. Tetap ditemukan protein dalam air seni adalah tanda penyakit ginjal.

Tes Darah

Ada beberapa tes darah yang dapat membantu menilai fungsi ginjal:

  • Nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/BUN). Urea adalah produk samping dari metabolisme protein. Bahan ampas ini dibentuk oleh hati, kemudian disaring oleh ginjal dan dikeluarkan dalam air seni oleh ginjal. Tingkat BUN dalam darah dapat menandai masalah ginjal, tetapi karena juga dipengaruhi oleh fungsi hati (lihat Lembaran Informasi (LI) 135), tes harus dilakukan bersamaan dengan pengukuran kreatinin, yang lebih khusus menandai masalah ginjal.
  • Kreatinin. Tes ini mengukur tingkat kreatinin (lihat di atas) dalam darah. Karena tingkat kreatinin hanya sedikit dipengaruhi oleh fungsi hati, tingkat kreatinin yang tinggi dalam darah lebih khusus menandai penurunan pada fungsi ginjal.
  • Tes lain. Pengukuran tingkat zat lain, yang seharusnya diatur oleh ginjal, dalam darah dapat membantu menilai fungsi hati. Zat ini termasuk zat natrium, kalium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosforus, protein, asam urik dan glukosa.

UJI KUALITATIF UNTUK IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT I DAN II

0

BIOKIMIA

UJI KUALITATIF UNTUK IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT I DAN II
I. PENDAHULUAN


Karbohidrat sangat akrab dengan kehidupan manusia. Karena ia adalah sumber energi utama manusia. Contoh makanan sehari-hari yang mengandung karbohidrat adalah pada tepung, gandum, jagung, beras, kentang, sayur-sayuran dan lain sebagainya.
Karbohidrat adalah polihidroksildehida dan keton polihidroksil atau turunannya. selian itu, ia juga disusn oleh dua sampai delapan monosakarida yang dirujuk sebagai oligosakarida. Karbohidrat mempunyai rumus umum Cn(H2O)n. Rumus itu membuat para ahli kimia zaman dahulu menganggap karbohidrat adalah hidrat dari karbon.
Penting bagi kita untuk lebih banyak mengetahui tentang karbohidrat beserta reaksi-reaksinya, karena ia sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Oleh karena itu, tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara identifikasi karbohidrat secara kualitatif, membuktikan adanya poliusakarida dalam suatu bahan, membuktikan adanya gula pereduksi atau gula inversi, membedakan antara monosakaridan dan poliskarida, membuktikan adanya pentosa, membuktikan adanya gula ketosa (fruktosa), membedakan karbohidrat berdasarkan bentuk kristalnya, mengidetifikasi hasil hirolisis pati atau amilum, dan mengidentifikasi hasil hidrolisis sukrosa.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Teori yang mendasari percobaan ini adalah penmabahan asam organik pekat, misalanya H2¬SO4 menyebabakan karbohidrat terhidrolisis menjadi monosakarida. Selanjutnya monosakarida jenis pentosa akan mengalami dehidrasi dengan asam tersebut menjadi furfural, semantara golongan heksisosa menjadi hidroksi-multifurfural. Pereaksi molisch yang terdiri dari a-naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan furfural tersebut membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Uji ini bukan uji spesifik untuk karbohidrat, walalupun hasil reaksi yang negatif menunjukkan bahwa larutan yang diperiksa tidak mengandung karbohidrat. Warna ungu kemrah-merahan menyatakan reaksi positif, sedangka warna hijau adalah negatif.
Untuk kegaitan praktikum kedua, yang mendasari perconaan uji iodium adalah penmabahan iodium pada suatu polisakarida akan menyababkan terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum atau pati dengan iodium mengahailkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah anggur, glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengn iodium membantuk warna erah coklat.
Pada uji benedict, teori yang mendarsarinya adalah gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu+, yang mengendap sebagai Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata.
Ion Cu2+ dari pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula reduksi monosakarida dari pada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata. Hal inilah yang mndasari uji Barfoed.
Pada uji bial, dasar dari percobaannya adalah dehidrasi pentosa oleh HCl pekat menghasilkan furfural dengan penambahan orsinol (3.5-dihidroksi toluena) akan berkondesasi membentuk senyawa kompleks berwarna biru.
Sedangkan dehidrasi fruktosa oleh HCL pekat menghasilkan hidroksimetilfurfural dengan penambahan resorsinol akan megalami kondensasi membentuk senyawa kompleks berwarna merah jingga menjadi dasar dari uji Seliwanoff.
Pada uji Osazon, yang mendasarinya adalah pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus aldehida atao keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon atao osazon. Osazon yang terbentuk mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang spesifik.
Osazon dari disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali bila didinginkan, namun sukrosa tidak membentuk osazon karena gugus aldehida dan keton yang terikat pada monomernya sudah tidak bebas., sebaliknya osazon monosakarida tidak larut dalam air mendidih.
Sedangkan teori yang mendasari hidrolisis pati dan sukrosa adalah, pati (starch) tau amilum merupakan polisakarida yang terdapat pada sebagian besar tanaman, terbagi menjadi dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa (+- 20 %) memilki strusktur linier dan dengan iodium memberikan warna biru serta larut dalam air. Fraksi yang tidak larut disebut amilopektin (+- 80 %) dengan struktur bercabang. Dengan penambahan iodium fraksi memberikan warna ungu sampai merah. Patai dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidrolisis menjdi senyawa-senyawa yang lebih sedrhana. Hasil hidrolisis dapat dengan iodium dan menghaislkan warna biru samapi tidak berwarna. Hasil akhir hidrolisis dapat ditegaskan dengan uji Benedict.
Sukrosa oleh HCl dalam keadaan panas akan terhirolisis, lalu menghasilkan glukosan dan fruktosa. Hal ini menyebabkan uji Benedict dan uji Seliwanoff yang sebelum hidrolisis memberikan hasil negatif menjadi positif. Uji Barfoed menjadi positif pula dan menunjukkan bahwa hidrolisis sukrosa menghasilakn monosakarida.
+HCl
Sukrosa ----------- Glukosa + Fruktosa
III. METODOLOGI

Metodologi yang digunakan pada percobaan ini adalah dengan menggunakan alat-alat, bahan-bahan dan prosedur sebagai berikut :

Alat
1. Tabung reaksi Pyrex
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Lempeng tetes poselin
5. Penjepit tabung reaksi
6. Penangas air
7. Alat pemanas
8. Pipet ukur
9. Mikroskop
Bahan
1. Amilum, glokogen, dekstrin, sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, fruktosa, glukosa dan arabinosa masing-masing dalam larutan 1 %.
2. Pereaksi Molisch
3. H2SO4 pekat
4. Larutan Iodium
5. Pereaksi Benedict
6. Pereaksi Barfoed
7. Perekasi Bial
8. HCl pekat (37 %)
9. Perekasi Seliwanoff
10. Fenilhidrazin-hidroklorida
11. Natrium asetat
12. HNO3 pekat
13. HCl 2 N
14. NaOH %
15. Kertas lakmus
Prosedur

A. Uji Molisch

1. Masukkan 15 tetes larutan uji kedalam tabung rekasi yang masih kering dan bersih
2. Tamabahkan 3 tetes pereaksi Molisch. Campurkan dengan baik.
3. Miringkan tabung rekasi, lalu alirkan dengan hati-hati 1 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung supaya tidak bercampur.
4. Perhatikan terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas antara kedua lapisan yang menandakan reaksi positif karbohidrat.
5. Catat hadil dan buatalah kesimpulannya.
B. Uji Iodium

1. Masukkan tiga tetes larutan uji kedalam tabung reaksi atau lempeng tetes porselin.
2. Tambahkan dua tetes larutan Iodium
3. Amati warna sepesifik yang terbentuk, cata dan buatlah kesimpulannya.

C. Uji Benedict

1. Masukkan lia tetes larutan uji dan 15 tetes pereaksi Benedict ke dalam tabung reaksi. Campurkan dengan baik.
2. Didihkan di atas api kecil selama dua menit atau masukkan ke dalam penangas air mendidih selama 5 menit.
3. Dinginkan perlahan-lahan. Perhatikan warna dan endapan yang terbentuk.

D. Uji Barfoed

1. Masukkan 10 tetes larutan uji dan 10 tetes pereaksi Barfoed ke dalam tabung reaksi. Campurkan dengan baik.
2. Didihkan di atas api kecil selama satu menit atau masukkan ke dalam penangas air mendidih selama 5 menit.
3. Dinginkan perlahan-lahan. Perhatikan warna atau endapan yang terbentuk. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata.
E. Uji Bial

1. Masukkan 5 mL larutan uji dan tambahkan 10 tetes pereaksi Bial dan 3 mL HCl pekat ke dalam tabung reaksi. Campurlah dengan baik.
2. Panaskan di atas api kecil sampai timbul gelembung-gelembung gas ke permukaan larutan
3. Perhatikan warna atau endapan yang terbentuk. Terbentuknya warna biru menunjukkan adanya pentosa.
F. Uji Seliwanoff

1. Masukkan 5 tetes larutan uji dan tambahkan 15 tetes perekasi selliwanof ke dalam tabung reaksi
2. Didihkan di atas api kecl selama 30 detik atai dalam penangas air selama 1 menit
3. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna merah jingga
G. Uji Osazon

1. Masukkan 2 mL larutan ke dalam tabungt reaksi
2. Tambahkan seujung spatel fenilhidrazin-hidroklorida an kristal natrium asetat.
3. Panaskan ke dalam penangas air mendidih selama beberapa menit (+- 30 menit)
4. Dinginkan perlaha-lahan di bawah air kran
5. Perhatikan kristal yang terbentuk dan identifikasi di bawah mikroskop.
H. Hidrolisis Pati

1. Masukkan ke dalam tabung rekasi Pyrex 5 mL larutan amilum 1 % kemudian tambahkan 2,5 mL HCl 2 N.
2. Campurtlah dengan baik, lalau masukkan ke dalam penangas air mendidih.
3. Setetlah tiga menit, ujilah dengan larutan iodium dengan cara mengambil 2 tetes larutan, lalu ditambah 2 tetes iodium dalam lempeng tetes porselin tetes. Catat perubahan warna yang terjadi.
4. Lakukan uji iodium setiap tiga menit samapi hasilnya berwarna kuning pucat.
5. Lakuakan hidrolisis selama 5 menit lagi
6. Setelah didinginkan, ambil 2 mL larutan hasil hidrolisis, lalu netrelakan dengan NaOH 2 %. Uji dengan kertas lakmus
7. Kemudaian lakuakan uji Benedict

8. Simpulakan apa yang dihasilakan dari hidrolisis pati
I. Hidrolisis Sukrosa

1. Masukkan ke dalamtabung reaksi Pyrex 5 mL larutan sukrosa 1 % kemudian tambahkan 5 tetes HCl pekat.
2. Campurlah dengan baik, lalu panaskan dalam penangas air medidih selama 30 menit.
3. Setelah didiginkan, netralkan larutan dengan NaOH 2 % dan uji dengan kertas lakmus.
4. Selanjutnya lakukan uji Benedict, Seliwanoff, dan Barfoed.
5. Simpulkan apa yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari Praktikum 1, diperoleh hasil sebagaimana tertera di tabel. 1
Tabel.
1

No. Zat Uji Hasil Uji Molisch Karbohidrat (+/-)
1. Amilum 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
2. Glikogen 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
3. Dekstrin 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
4. Sukrosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
5. Laktosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
6. Maltosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
7. Galaktosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
8. Fruktosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +
9. Glukosa 1% Terbentuk cincin berwarna ungu +
10. Arabinosa 1 % Terbentuk cincin berwarna ungu +

Pada uji Molisch, semua zat uji adalah termasuk karbohidrat. hal tersebut dapat dilihat pada terbentuknya cincin berwarna ungu. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :
H O
│ ║
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + H2SO4 → ─C—H +

OH
Pentosa Furfural α-naftol
H

CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + H2SO4
Heksosa
O

→ H2C─ ─C—H +
│ │
OH OH
5-hidroksimetil furfural α-naftol
Rumus dari cincin ungu yang terbentuk adalah sebagai berikut:
O

║ ¬__SO3H
H2C─ ─────C───── ─OH
Cincin ungu senyawa kompleks
Pada uji Iodium, pada masing-masing zat uji memiliki indikasi yang berbeda-beda. dari sepuluh zat uji, Amilum, Glikogen, dan Dekstrin positif polisakarida.

Untuk uji Iodium, didapat hasil sebagaimana tertera di tabel 2.
Tabel . 2

No. Zat Uji Hasil Uji Iodium Polisakarida (+/-)
1. Amilum 1 % Terbentuk warna Biru Tua +
2. Glikogen 1 % Terbentuk warna Merah Coklat +
3. Dekstrin 1 % Terbentuk warna Merah Anggur +
4. Sukrosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
5. Laktosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
6. Maltosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
7. Galaktosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
8. Fruktosa 1 % Terbentuk warna Kuning -
9. Glukosa 1% Terbentuk warna Kuning -
10. Arabinosa Terbentuk warna Kuning -
Pada uji Benedict, indikator terkandungnya Gula Reduksi adalah dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata. hal teresebut dikarenakan terbentuknya hasil reaksi berupa Cu2O.

Hasil uji pada uji Benedict adalah sebagaimana tertera di tabel. 3
Tabel 3

No. Zat Uji Hasil Uji Benedict Gula Reduksi (+/-)
1. Amilum 1 % Terbentuk warna hijau dan tidak terbentuk endapan -
2. Glikogen 1 % Terbentuk warna biru dan tidak terbentuk endapan -
3. Dekstrin 1 % Terbentuk warna biru dan endapan kuning -
4. Sukrosa 1 % Terbentuk warna biru dan tidak terbentuk endapan -
5. Laktosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
6. Maltosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
7. Galaktosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
8. Fruktosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
9. Glukosa 1% Terbentuk endapan merah bata +
10. Arabinosa Terbentuk endapan merah bata +


Berikut reaksi yang berlangsung:

O O
║ ║
R—C—H + Cu2+ 2OH- → R—C—OH + Cu2O
Gula Pereduksi Endapan Merah Bata
Pada uji Barfoed, yang terdeteksi monosakarida membentuk endapan merah bata karena terbentuk hasil Cu2O. berukut reaksinya :
O O
║ Cu2+ asetat ║
R—C—H + ─────→ R—C—OH + Cu2O+ CH3COOH
n-glukosa E.merah
monosakarida bata
Hasil uji pada uji Barfoed adalah sebagaimana tertera di tabel. 4
Tabel. 4

No. Zat Uji Hasil Uji Barfoed Monosakarida (+/-)
1. Sukrosa 1 % tidak terbentuk endapan -
2. Laktosa 1 % tidak terbentuk endapan -
3. Maltosa 1 % Tidak terbentuk endapan -
4. Galaktosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
5. Fruktosa1 % Terbentuk endapan merah bata +
6. Glukosa1 % Terbentuk endapan merah bata +
7. Arabinosa 1 % Terbentuk endapan merah bata +
Pada uji Bial, terkandungnya pentosa dideteksi dengan indikasi terbentuknya warna biru pada zat uji, dan hal itu terbukti pada zat uji Arabinosa 1 %.

Hasil uji pada uji Bial adalah sebagaimana tertera di tabel. 5
Tabel. 5

No. Zat Uji Hasil Uji Bial Pentosa (+/-)
1. Maltosa 1 % Bening -
2. Galaktosa 1 % Bening -
3. Fruktosa 1 % Berwarna Kuning -
4. Glukosa 1 % Bening -
5. Arabinosa1 % Berwarna Biru +

Berikut, reaksinya :

H O CH3
│ -3 H2O ║ │
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + HCl ¬───→ ─C—H +
│ │
OH OH
Pentosa Furfural orsinol
(kompleks
berwarna biru)
Pada uji Seliwanof, ketosa terdeteksi pada zat uji Fruktosa dengan terbentuknya warna jingga; yaitu karena terbentuknya resorsinol.

Hasil uji pada uji Seliwanoff adalah sebagaimana tertera di tabel. 6
Tabel. 6

No. Zat Uji Hasil Uji Seliwanof Ketosa (+/-)
1. Sukrosa 1 % Kuning Jingga -
2. Galaktosa 1 % Bening -
3. Fruktosa 1 % Merah Jingga +
4. Glukosa 1 % Bening -
5. Arabinosa1 % Bening –

Berikut reaksinya :


CH2OH OH O OH OH
+HCl ║ │ │
H CH2OH ───→ H2C— —C—H + → kompleks
│ berwarna
OH H OH merah jingga
5-hidroksimetil furfural resorsinol
Pada uji Osazon, diperoleh hasil yang berbeda-beda. Masing-masing zat uji mempunyai bentuk yang khas. Hal tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara setu karbohidrat dengan karbohidrat yang lain.
Hasil Uji Osazon adalah sebagaimana tertera di tabel 7
Tabel. 7

No. Zat Uji Hasil Uji Osazon Bentuk Kristal
1. Sukrosa 1 % Terbentuk Kristal
2. Maltosa 1 % Terbentuk Kristal
3. Galaktosa 1 % Terbentuk Kristal
4. Glukosa 1 % Terbentuk Kristal
Berikut reaksinya :


H H OH H H
│ │ │ │ │
CH2OH—C—C—C—C—C=O+H2NNHC6H5 (D-glukosa + fenilhidrazin)
│ │ │ │
OH OH H OH

H H OH H H
│ │ │ │ │
CH2OH—C—C—C—C—C=O+NNHC6H5 + H2 (D-glukosafenilhidrazon)
│ │ │ │
OH OH H OH

│2 C6H5 NHNH2

H H OH H
│ │ │ │
CH2OH—C—C—C—C—C=O+NNHC6H5 (D-glokosazon / Ozsazon kuning)
│ │ │ ║
OH OH H NNH C6H5
Pada uji hidrolisis pati, hidrolisis sempurna apabila menjadi senyawa yang lebih sederhana yang terdeteksi pada perubahan warna. Hal ini terlihat padas perubahan warna setiap tiga menit disertai perbedaan hasil hidrolisis pula. Larutan hasil hidrolisis sebelum dilakukan uji Benedict untuk menentukan hasil akhir harus dinetralkan terlebih dahulu, karena semula masih dalam suasana asam.

Berikut hasil uji Hidrolisis Pati adalah sebagimana tertera di Tabel. 8
Tabel. 8

Hasil Uji Iodium Hasil Hidrolisis
5 mL amilum 1 % ditambah 2,5 mL HCl 2 N kemudia dipanskan di penangas air mendidih:

Menit ke 3 Biru Amilopekstin
Menit ke 6 Ungu Amilosa
Menit ke 9 Violet Amilosa
Menit ke 12 Merah Tua Ertitrodekstrin
Menit ke 15 Kuning Coklet Akrodekstrin
Menit ke 18 Kuning Pucat Maltosa
Menit ke 21 Pekat Glukosa

Hasil Akhir dengan uji Benedict yaitu terbentuknya endapan merah bata
Pada uji Hidrolisis Pati ini dilakukan uji Benedict, Seliwanoff, dan Barfoed supaya dapat mengidentifikasi monosakarida-monosakarida yang terbentuk (glukosa dan fruktosa.
Sementara itu, yang dimaksud dengan gula inverse adalah gula yang dapat memutar bidang polarisasi, karena memiliki gugus aldehida dan keton bebas.

Berikut hasil uji Hidrolisis Pati adalah sebagimana tertera di Tabel. 9
Tabel. 9


Perlakuan Uji Hasil Uji
5 mL sukrosa 1 % ditambah 5 tetes HCl pekat kemudian dipanaskan di penagas air mendidih Benedict Terbentuk Endapan Merah Bata
Seliwanoff Terbentuk Merah Jingga
Barfoed Terbentuk Endapan Merah Bata
V. KESIMPULAN

1. Amilum, glokogen, dekstrin, sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, fruktosa, glukosa dan arabinosa masing-masing dalam larutan 1 %. Terbukti positif karbohidrat
2. Pada Amilum, Glikogen, dan Dekstrin adalah polisakarida
3. Pada laktosa, Maltosa, Galaktosa, Fruktosa, Glukosa, dan Arabinosa terdapat gula inversi yaitu dengan terbentuknya endapan merah bata.
4. Pada Sukrosa, Laktosa, dan Maltosa adalah monosakarida. Sedangkan, Galaktosa, Fruktosa, Glukosa, dan Arabinosa adalah disakarida
5. Pada zat Uji Arabinosa, terdpaat pentosa dari uji Barfoed
6. Pada Uji Seliwanof, Ketosa terdapat pada fruktosa
7. Bentuk kristal karbohidrat pada hasil uji Osazon berbeda-beda sesuai dengan zat ujinya.
8. Hasil hidrolisis pati dan amilum adalah amilopektin, amilosa, eritrodekstrin, akrodekstrin, maltosa, dan glukosa
9. hasil hidrolisis sukrosa adalah monosakarida-monsakarida (glukosa dan freuktosa) yang terdeteksi pada uji Benedict, Seliwanoff, dan Barfoed
VI. DAFTAR PUSTAKA

Feseenden dan Fessenden. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Binarupa Aksara. Jakarta
Jalip, IS. 2008. Praktikum Kimia Organik, Edisi kesatu. Laboratorium Kimia Universitas Nasional. Jakarta

http://ritariata.blogspot.com/2010/03/uji-kualitatif-untuk-identifikasi.html

Uji Seliwanoff

Uji Seliwanoff adalah sebuah uji kimia yang membedakan gula aldosa dan ketosa. Ketosa dibedakan dari aldosa via gugus fungsi keton/aldehida gula tersebut. Jika gula tersebut mempunyai gugus keton, ia adalah ketosa. Sebaliknya jika ia mengandung gugus aldehida, ia adalah aldosa. Uji ini didasarkan pada fakta bahwa ketika dipanaskan, ketosa lebih cepat terdehidrasi daripada aldosa.

clip_image002

clip_image003

Seliwanoff-Reaction

Reagen uji Seliwanoff ini terdiri dari resorsinol dan asam klorida pekat:

  • Asam reagen ini menghidrolisis polisakarida dan oligosakarida menjadi gula sederhana.
  • Ketosa yang terhidrasi kemudian bereaksi dengan resorsinol, menghasilkan zat berwarna merah tua. Aldosa dapat sedikit bereaksi dan menghasilkan zat berwarna merah muda.

Fruktosa dan sukrosa merupakan dua jenis gula yang memberikan uji positif. Sukrosa menghasilkan uji positif karena ia adalah disakarida yang terdiri dari furktosa dan glukosa.

Referensi

  • Theodor Seliwanoff, Berichte der deutschen chemischen Gesellschaft, 1887, 20 (1), 181–182.

clip_image005

Artikel bertopik kimia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Trematoda

1

 

Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit kecuali cacing Schistosoma, mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut (asetabulum). Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas DIGENEA, yang hidup sebagai endoparasit.

Trematoda dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu :

A. Trematoda kelamin terpisah (jantan dan betina)

1. Schistosoma haematobium

2. Schistosoma mansoni

3. Schistosoma japonicum

B. Trematoda kelamin menjadi satu (hermaprodit)

1. Fasciola hepatica

2. Fasciolopsis buski

3. Paragonimus westermani

4. Clonorchis sinensis

Sifat dan Morfologi

1. Trematoda dalam reproduksinya terdapat 2 fase, yaitu :

a. Fase seksual pada Definitive host

b. Faee aseksual pada intermediet host

2. Tidak bersegmen.

3. Mempunyai isap anterior (asetabulum) dimana saluran cerna bermuara.

4. Mempunyai kait atau duri.

5. Mempunyai kulit aselluler, mungkin imempunyai duri atau gerigi.

6. Batil isap ventral untuk melekatkan diri, pada beberapa spesies terletak di posterior.

7. Mempunyai porus genitalis dan letaknya berbeda-beda.

8. Batil isap genital kadang-kadang merupakan alat tambahan (seperti pada Heterophyes).

9. Bentuk saekum (usus besar) bercabang dua sehingga menyarupai bentuk huruf “Y” terbalik.

Siklus Hidup Secara Umum

1. Telur beroperkulum dalama feses atau sputum masuk ke air.

2. Ovum menetap dalam air.

3. Ovum menetas dan berkembang biak menjadi mirasidium yang memepunyai masa hidup sebentar, yaitu +- 48 jam.

4. Mirasidium menembus kepala alat peraba atau kaki keong atau ovum termakan oleh keong dan menetas di dalam tubuh keong.

Hospes

Berbagai macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitive cacing trematoda, antara lain : kucing, kambing, sapi, tikus, babi, burung, luak, harimau, dan manusia.

Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dibagi dalam :

1. Trematoda hati (liver flukes) : Clonorchis sinensis, Opisthorchis felineus, Opisthorchis viverrini, dan Fasciola

2. Trematoda usu (intestinal flukes) : Fasciolopsis buski, ECHINOSTOMATIDAE dan HETEROPHYDAE

3. Trematoda paru (lung flukes) : Paragonimus wetermani

4. Trematoda darah (blood fluke) : Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium

Distribusi geografik

Pada umunya cacingtermatoda ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filiphina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, HETEROPHYDAE di Jakarta dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.

Morfologi dan Daur Hidup

Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih drsoventral dan simetris bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. Tanda khas lainnya adalah terdapatnya 2 buah batil isap, yaitu batil isap mullut dan batil isap perut. Beberapa species mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai huruf “Y” terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada saekum. Pada umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernafasan khusus karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai dengan ganglion di bagian dorsal esophagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermaprodit dengan alat reproduksi yang kompleks.

Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitive. Telur diletakkan di saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau jariingan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak, atau urine. Pada umunya telur berisi sel telur , hanya beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Di dalam air, telur menetas bila sudah mengandung mirasidium (telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3minggu. Pada beberapa spesies Trematoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong, atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keogn air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut sporokista (S). sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia (R), bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, farinf, dan saekum. Di dalam sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).

Perkembangan larva dalam hospes pertantara I mungkin terjadi sebagai berikut :

M è S è R è SK : misalnya Clonoschis sinensis

M è S1 è S2 è SK : misalnya Schistosoma

M è S è R1 è R2 è SK : misal trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitive mendapat infeksi apabila makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitive, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja, dahak, urine atau dalam jaringan biopsy, dapat pula dengan reaksi serologi untuk membantu menegakkan diagnose.

Prognosis

Pada umunya bila penyakit belum mencapai stadium lanjut dengan fibrosis alat vital seperti jantung, hati , dan lain-lain, prognosis adalah baik bila diberi pengobatan dini.

Epidemiologi

Kebiasaan memakan HP II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik merupakan factor penting demi transmisi penyakit, kecuali pedal skistosomiasis yang infeksinya terjadi karena manusia mandi, mencuci atau masuk ke dalam air seperti kali atau parit yang mengandung serkaria.

Paragonimus westermani

Paragonimus westermani mempunyai kesamaan spesies, yaitu : Distema westermani, oriental Lung Flukes, Paragonimus ringeri. Penyebaran geografisnya di Asia Timur, Asia Tenggara termasuk Indonesia, Afrika dan Amerika Selatan.

Spesies-spesies yang lain adalah : P. alfricanus (afrika), P. mexicanus (mexico dan amerika latin), P. uterobilaterallio (Nigeria), dan P. kellicotti (Jepang)

Morfologi :

1. Berbentuk ovoid seperti biji kopi

2. Mempunyai ukuran 7-12 x 4-6 mm

3. Warna yang segar adalah coklat kemerahan, sedangkan bila diawetkan adalah abu-abu

4. Kutikula mempunyai sisik-sisik kecil

5. Batil isap oral hampit sama besar dengan batil isap ventral

6. Testis terdiri dari 2 lobus di bagian posterior kanan dan kiri

7. Genital pore : posterior dari batil isap ventral

8. Ovarium berlobus, terletak di kiri agak ke belakang dari batil isap ventral

9. Uterus di sebelah kanan agak di muka ovarium

10. Vitellaria di lateral kanan dan kiri, berupa folikel-folikel yang kecil

11. Telur :

· Ukuran 80-120 x 40-6 mikron

· Warna coklat keemasan

· Operculum jelas

· Terdapat penebalan di bagian ujung lain

Siklus hidup

1. Habitat cacing dewasa, yaitu dalam paru-paru dari definitive host (manusia dan carnivora)

2. Telur dikeluarkan bersama sputum atau bila sputum ini tertelan, maka telur dijumpai dalam feses

3. Bila telur dalam air, maka perlu beberapa minggu untuk menetas menjadi mirasidium

4. Mirasidium mencari intermediate host pertama yaitu snail dari genus :

- Semisulecopira, Thiora, Pomaoea, Pomatiopsis. Dan perkembangan dalam tubuh snail seperti pada Fasciola hepatica, yaitu : Sporokista redia I – redia II dan akhirnya serkaria

5. Serkaria selanjutnyakeluar dari snail mencari i.m II atau snail tersebut yang dimakan i.m II, dan sebagai i.m II adalah : kepiting air tawar, udang air tawar. Dalam kepiting/udang tersebut parasit mengadakan onklotani menjadi metaserkaria (jumlah -+ 3000)

6. Bila kepiting/udang dimakan i.m II maka metaserkaria mengadakan enkistasi, selanjutnya menembus dinding usus menuju berturut-turut : cavum abdomen, diafragma, cavum pleurae dan akhirnya paru-paru. Perjalanan ini memerlukan waktu +-20 hari

Dalam paru-paru berubah menjadi cacing dewasa dalam waktu 5-6minggu. Kadang-kadang cacing tidak dapat mencapai paru-paru, tetapi terhenti dalam perjalanan dan disebut “Ectopic Focus”

Skema Siklus Hidup

Telur dikeluarkan dalam sputum atau tertelan dan dikeluarkan dalam tinja/feses è telur matang dalam air dan menetas dalam 20 hari menjadi mirasidium è mirasidium berkembang menjadi sporokista è redia I è redia II è berkembang menjadi serkaria è keluar dari snail/siput è enkistasi pada i.m atau hopes perantara II (kepiting/udang) è eksistasi dalam usus halus è menetap dalam paru-paru. Dan yang tidak dapat mencapai paru-paru disebut “Ectopic Focus”

Dengan catatan bahwa :

- Manusia mendapat infeksi dengan jalan makan kepiting/udang yang tidak dimasak

- Pada ibu-ibu rumah tangga/koki-koki, infeksi diperoleh dengan cara kontaminasi dari jari kuku waktu mencicipi makanan sebelum masak

Patologi

1. Invasi sedikit berpengaruh pedal hospes

2. Dalam paru-paru :

- Reaksi jaringan mengakibatkan pembentukan kapsul jaringan fibrosa (berwarna biru bersih) yang mengandung : cacing (umunya berpasangan), telur, dan infiltrate radang. Berhubungan dengan jalan pernafasan. Komplikasi sekunder kista paru, bronkiektasis, pembentukan abses dan sering terjadi TB

3. Pedal tempat ektopik ; kista yang sama dapat ditemukan dimana-mana dalam tubuh

4. Manifestasi umu adalah eosinofilia

5. Keluhan :

- Batuk-batuk disertai sputum

- Hemoptisis

- Nyeri local

- Keluar keringat pada malam hari

Diagnose

1. Dengan ditemukannya telur dalam sputum, cairan pleura

2. Serologis :

- Complement fication test

- Intradermal test

Pencegahan

- Memasak kepiting/udang dengan baik

- Cuci tangan yang bersih terutama bagi ibu-ibu/koki-koki

DAFTAR PUSTAKA

è Soejoto Dkk. 1989. Parasitologi Medik Helminthologi Jilid 2. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. Jakarta. (Halaman 96 Dan Halaman 107-109).

è Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Gaya Baru. Jakarta (Hal. 51-53)

THALASEMIA

0

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.

Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.

Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.

B. Rumusan Masalah

- Apa pengertian dari thalasemia?

- Apa penyebab dan bagaimana proses terjadinya tanda dan gejala klinis pada penderita thalasemia?

- Apakah penyebab utama pada manifestasi klinis penderita thalasemia tersebut disebabkan oleh adanya kelainan dalam produksi hemoglobin?

- Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pada penderita thalasemia?

- Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia?

C. Tujuan Penulisan

- Dapat mengetahui patofisiologi tanda dan gejala klinis thalasemia.

- Dapat menetapkan penyebab utama manifestasi klinis thalasemia yang disebabkan oleh adanya kelainan produksi hemoglobin.

- Mampu melakukan penetapan diagnosis atau diagnosis banding pada penderita thalasemia.

- Mampu memberikan terapi atau penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia

- Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.

- Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (komponen darah).

- Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.

- Thalasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas Stauros, Yunani, dr Vasili Berdoukas, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal.

Patofisiologi :

Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe). Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.

Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh.Penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian.

B. Macam-macam thalasemia

- Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :

1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)

Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen)

Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.

Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

· Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia.

· Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)

Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.

· Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)

Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.

HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.

Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.

· Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.

Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF.

Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.

2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)

Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.

Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.

a. Thalassemia βo

Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA.

Bayi baru lahir dengan thalasemia β mayor tidak anemis.

Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat.

Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi. (Kapita selekta kedokteran)

b. Thalassemia β+

Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

- Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :

1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.

Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.

Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.

Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.

Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

2. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.

C. Patofisiologi dan patogenesis

Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik.

Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia.

Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit mononuclear.

Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe.

1. Thalasemia-α
Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut sangat hipoksik.

Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin.
Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.

2. Thalasemia-β

Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α.

Rantai α tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi.

Kelebihan rantai α tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.

Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi, polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.

D. Patofisiologi gejala klinis thalasemia

Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu: anemis, pucat, mudah capek, dan adanya penurunan kadar hemoglobin.

Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat.

Penurunan fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan pembentukan hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam hemoglobin.

Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke jaringan tetap terjaga maka jantung sebagai pemompa darah berdenyut lebih keras dan sering yang disebut sebagai takikardia di mana hal ini juga terjadi pada anak (denyut nadi 120 kali/menit, normal 60-100 kali.menit). Tetapi frekuensi respirasi pasien dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24 kali/menit).

Lemas dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel sebagai proses penghasil energi berkurang. Pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin (4,8 g/dl) di mana nilai rujukan normal untuk anak-anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo, 2007).

Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan produksi/pembentukan hemoglobin berupa kelainan susunan asam amino dan kelainan kecepatan sintesis hemoglobin. Kelainan dua hal tersebut dapat dikategorikan adanya hemoglobinopati. Kelainan pembentukan hemoglobin tersebut dapat mengakibatkan adanya morfologi eritrosit abnormal (mikrositik, Heinz bodies, sel target) sehingga dengan cepat akan didestruksi oleh limpa dan hati. Peristiwa destruksi eritrosit secara cepat kurang dari masa hidupnya (120 hari) disebut sebagai hemolisis.

Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu tanda dari anemia hemolitik di mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien ditemukan splenomegali sebesar 1 shuffner (satuan splenomegali yang diukur dengan membuat garis diagonal antara arcus costarum dengan crista illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut dibagi menjadi delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner).

Splen atau limpa secara normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal sehingga dapat melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi biliribun di hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel plasma dalam system imun, dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru lahir.

Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat. Eritrosit abnormal cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga semakin banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan semakin berat. Hal inilah yang menyebabkan adanya splenomegali.

Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai kompensasi atau umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi ke jaringan kurang merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum tulang. Untuk menunjang dan membantu kerja sumsum tulang dalam eritropoesis sehingga terbentuk eritropoesis ekstramedular pada limpa dan hati sehingga merupakan salah satu penyebab hepatosplenomegali.

Pada pasien hemoglobinopati anemia sel sabit tidak ditemukan hepatomegali di mana limpa mengecil dikarenakan terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa lebih aktif dibandingkan makrofag pada hati.

Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan oleh pemberian obat penambah darah dan penyerapan besi meningkat akibat peningkatan eritropoesis di mana mengandung preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan cadangan besi berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis ferritin (simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi) dan sebagai tempat penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.

Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat mengakibatkan penurunan imunitas tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa sebagai tempat sintesis limfosit dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati sebagai tempat yang sering dilalui mikroorganisme patogenik yang akan dihancurkan sebelum memasuki saluran gastrointestinal. Kemungkinan pasien mengalami infeksi dimana terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien, yaitu : suhu (38,00C), panas, tonsil membesar dan kemerahan, dan faring kemerahan. Infeksi ini bisa didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria, hepatitis, haemophilus, streptococcus, pneumococcus, dll.

Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya metabolisme organ yang berlebihan terhadap infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan limfoid yang memproduksi limfosit untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan membesar apabila bekerja berlebihan terhadap suatu infeksi atau penurunan imunitas lainnya. Infeksi mikroorganisme menyerang saluran pencernaan salah satu faring sehingga membuat organ tersebut mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya pada pasien yaitu batuk pilek.

- Gejala klinis thalasemia mayor :

1. Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen

2. Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena hiperplasia sumsum hebat

3. Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.

4. Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kandang terlihat brush appereance.

5. Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan keterlambatan menarse dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder. Selain itu juga menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia jantung, gagal

jatung, dan perikarditis.

6. Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi

- Gejala klinis Thalasemia minor

Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya menunjukkan gejala-gejala yang ringan.

Orang dengan anemia talasemia minor (paling banyak) ringan (dengan sedikit menurunkan tingkat hemoglobin dalam darah).

Situasi ini dapat sangat erat menyerupai dengan anemia kekurangan zat besi ringan. Namun, orang dengan talasemia minor memiliki tingkat besi darah normal (kecuali mereka miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan lain). Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk thalassemia minor. Secara khusus, besi tidak perlu dan tidak disarankan.

E. Penyebab Thalasemia

1. Gangguan genetik

Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien memiliki gen resesif homozygote.

2. Kelainan struktur hemoglobin

- Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A digantikan oeh asam glutamate di Hb S.

- Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai beta).

3. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu

Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.

4. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari)

Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya pembentukan sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.

5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)

Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.

F. Mutasi Genetik

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.
Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

a. Beta thalasemia

Nama

 

Deskripsi

 

Alel

         

β talasemia minor (kadang-kadang disebut sifat talasemia β)

 

Jika hanya satu β globin beruang alel mutasi. Ini adalah ringan anemia mikrositik . Deteksi biasanya melibatkan mengukur nilai MCV (ukuran sel darah merah) dan melihat rata-rata volume menurun sedikit dari biasanya. Pasien akan memiliki fraksi peningkatan Hemoglobin A2 (> 3,5%) dan sebagian kecil penurunan Hemoglobin A (<97,5%).

 

β + / β atau β o / β

Thalassemia intermedia

 

Kondisi penengah antara bentuk utama dan minor. individu yang terkena sering dapat mengatur kehidupan normal, tetapi mungkin perlu sesekali transfusi misalnya pada saat sakit atau kehamilan, tergantung tingkat keparahan anemia mereka.

 

β + / + atau β o β / β +

β talasemia atau Cooley's anemia utama

 

Jika kedua alel memiliki mutasi talasemia. Ini adalah mikrositik parah, hipokrom anemia . Tidak diobati, hal itu menyebabkan anemia , splenomegali , dan kelainan bentuk tulang parah. Hal ini berlangsung sampai mati sebelum usia dua puluh. Pengobatan terdiri dari periodik transfusi darah ; splenektomi jika splenomegali hadir, dan perawatan transfusi kelebihan zat besi disebabkan. Cure ini dimungkinkan dengan transplantasi sumsum tulang . Cooley's anemia ini dinamai Thomas Cooley Benton . [2]

 

β + / β o atau β o / β o atau β + / β +

Perhatikan bahwa β 0 / β dapat dikaitkan dengan β talasemia β thalassemia intermedia atau minor, dan β + / β + dengan besar atau thalassemia intermedia.

Mutasi genetik hadir dalam thalassemia β sangat beragam, dan sejumlah mutasi yang berbeda dapat menyebabkan berkurang atau tidak ada sintesis globin β.

Dua kelompok utama dari mutasi dapat dibedakan:

- Bentuk Nondeletion :cacat ini umumnya melibatkan substitusi basa tunggal atau penghapusan kecil atau sisipan di dekat atau hulu dari gen globin β. Umumnya, mutasi terjadi di daerah promotor sebelum gen beta-globin. Kurang sering, varian sambatan abnormal dipercaya untuk berkontribusi pada penyakit.

- Penghapusan Bentuk :Penghapusan dengan ukuran yang berbeda yang melibatkan gen globin β menghasilkan sindrom yang berbeda seperti (β o) atau ketekunan turun-temurun dari hemoglobin janin sindrom.

b. Alpha Thalasemia

Alel terpengaruh

Deskripsi

Genotip

     

Salah satu

Ada efek minimal. Tiga α-globin alel cukup untuk memungkinkan produksi hemoglobin yang normal, dan tidak ada gejala klinis. Mereka telah disebut pembawa diam. Mereka mungkin memiliki sedikit berkurang nilai MCV dan MCH .

- / Α α / α

Dua

Kondisi ini disebut sifat thalassemia alpha. Dua alel α izin mendekati normal eritropoiesis , tetapi ada ringan mikrositik hipokrom anemia . Penyakit dalam bentuk ini bisa keliru untuk anemia kekurangan zat besi dan diperlakukan tidak tepat dengan besi.

sifat Thalassemia Alpha bisa eksis dalam dua bentuk:

  • alpha-thal-1 (- / - α / α), terkait dengan Asia, melibatkan penghapusan cis alpha kedua alel pada kromosom yang sama;
  • alpha-thal-2 (- / α - / α), terkait dengan Afrika-Amerika , melibatkan penghapusan trans dari alel alfa pada berbeda (homolog) kromosom.

- / - Α / α atau
- / Α - / α

Tiga

Kondisi ini disebut penyakit hemoglobin H. Dua hemoglobin tidak stabil yang hadir dalam darah: Hemoglobin Barts (tetrameric rantai γ ) dan Hemoglobin H (tetrameric rantai β ). Kedua hemoglobin tidak stabil memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk oksigen dari hemoglobin normal, sehingga dalam pengiriman oksigen miskin untuk jaringan. Ada mikrositik hipokrom anemia dengan sel target dan badan Heinz (diendapkan HBH) pada apusan darah tepi , serta splenomegali . Penyakit ini pertama mungkin melihat di masa kecil atau dalam kehidupan dewasa awal, ketika anemia dan splenomegali dicatat.

- / - - / Α

Empat

Para janin tidak bisa hidup sekali di luar rahim dan tidak dapat bertahan hidup kehamilan: kebanyakan bayi tersebut meninggal saat lahir dengan fetalis hidrops , dan mereka yang lahir hidup mati segera setelah lahir. Mereka adalah pembengkakan dan memiliki sedikit beredar hemoglobin, dan hemoglobin yang hadir adalah semua γ tetrameric rantai (Barts hemoglobin).

- / - - / -

G. Diagnosis Thalasemia.

1. Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan

2. Pemeriksaan fisis

- Pucat

- Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)

- Dapat ditemukan ikterus

- Gangguan pertumbuhan

- Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar

3. Pemeriksaan penunjang

a. Darah tepi :

- Hb rendah dapat sampai 2-3 g%

- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.

- Retikulosit meningkat.

b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)

- Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.

- Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

c. Pemeriksaan khusus :

- Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.

- Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

4. Pemeriksaan lain :

- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

5. Diagnosis banding

Thalasemia minor :

- Anemia kurang besi

- Anemia karena infeksi menahun

- Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)

- Anemia sideroblastik

H. Pengobatan dan pencegahan

Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.

Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.

Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang.Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.Thalasemia menurut para ahli belum ada obatnya, tapi pengobatan alami dengan menggunakan cyano spirulina dan jelly gamat akan membantu mengurangi frekwensi transfusi darahnya .

Alasanya : kandungan Cyano Spirulina terdapat 5 zat gizi utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan 4 pigmen alami yaitu betakaroten, klorofil, xantofil, dan Fikosianin.

Pigmen adalah zat warna alami yang ada pada tumbuhan. pigmen pada cyano Spirulina berfungsiebagai detoksifikasi (pembersih racun), perlindungan tubuh terhadap radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan jumlah bakteri ”baik” di usus, meningkatkan haemoglobin (Hb), dan sebagai antikanker.

Selain itu, cyano Spirulina mengandung klorofil, Vitamin B 12, Asam folat dan zat besi yang duperlukan untuk pembentukan darah merah. Konsumsi cyano Spirulina secara teratur akan mencegah terjadinya anemia ( kurang darah)

Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.

I. Faktor resiko penderita thalasemia

- Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia

- Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama

- Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika Pendaratan.

- Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang India, Cina, atau orang Philipina.

J. Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada Penderita Thalasemia

Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek ekonomi, sosial, dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari pasien.

Pada pasien anak dapat diberikan terapi:

- Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

- Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.

- Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.

- Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.

- Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi

- Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap hari.

- Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.

- Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat splenektomi.

Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.

LAMPIRAN

       
  clip_image003   clip_image004

clip_image006Gb.1 Perbandingan sel erytrosit Gb.2 sediaan darah tepi pada penderita thalasemia

clip_image008

Gb.4 Karakteristik wajah Gb.4 Karakteristik wajah anak thalasemia

Gb.3 Skema penurunan gen thalasemia

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia.

Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi penyakit tersebut menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak dengan penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktif bahkan mati di dalam kandungan atau mati setelah lahir seperti pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop fetalis. Keadaan ini sangat memperihatinkan jika anak-anak yang lahir tidak akan mencapai usia dewasa, maka generasi berikutnya akan semakin berkurang bahkan akan lenyap setelah beribu-ribu tahun.

B. Saran

- Sebaiknya orang tua senantiasa memperhatikan kesehatan anaknya

- Perlu dilakukannya penelusuran pedigree/garis keturunan untuk mengetahui adanya sifat pembawa thalassemia pada keluarga penderita thalasemia.

- Sebaiknya calon pasutri sebelum menikah melakukan konsultasi untuk menghindari adanya penyakit keturunan, seperti pada thalassemia.

- Perlu dilakukannya upaya promotif dan preventif terhadap thalassemia kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh pelayan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

- Ganie RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya . dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .2005

- Hoffbrand A.V. and Pettit J.E. (2001). Genetic Diorders of Haemoglobin. In: Hoffbrand AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of Clinical Hematology. 3th ed. 5: 85-98. London: Mosby

- Weatherall D.J. (1965). Historical Introduction. In: Weatherall DJ (ed). The Thalassaemia Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.

- Permono B, Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia.Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya

- www.Pediatrik.com [diakses 23 April 2011 ]

- Mansjoer A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW dan setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media aesculapius, 2001. 497-498

- Darling D. THALASSEMIA. . United states of america

- www.daviddarling.info ( akses 22 April 2011 )

- Hemoglobin: Structure & Function.2007.http–www_med-ed_virginia_edu-courses-path-innes-images-nhgifs-hemoglobin1_gif.htm ( akses 20 April 2011 )

- About thalassemia. Sarawak Thalassaemia Society. 2000. www.thalassaemia.cdc.net.

- Ananta Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari Pustaka. 2000

- http://belibis-a17.com/2008/05/12/thalasemia/

► PROTEIN ◄

0

 

Pencernaan protein dimulai di :

  1. Di lambung, Hydrochloric acid (HCL) menguraikan rangkaian protein (denaturasi protein) dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin lalu menguraikan protein menjadi polipeptida kecil dan beberapa asam amino bebas.
  1. Di usus kecil, polipeptida diuraikan menjadi asam amino dengan menggunakan enzim pankreas dan intestinal protease:

a. Trypsin à menguraikan ikatan peptida menjadi asam amino lysine dan arginine.

b. Chymotrypsin à menguraikan ikatan peptoda menjadi asam amino phenylalanine, tyrosine, tryptophan, methionine, asparagine, dan histidine.

c. Carboxypeptidase à menguraikan asam amino dari ujung karboksil polipeptida.

d. Elastase dan collagenase à menguraikan polipeptida menjadi polipeptida yang lebih kecil dan tripeptida. Dan enzim yang ada di permukaan sel dinding usus halus yaitu :

i) Intestinal tripeptidase à menguraikan tripeptida menjadi dipeptida dan asam amino.

ii) Intestinal dipeptidase à menguraikan tripeptida menjadi asam amino.

iii) Intestinal aminopeptidase à menguraikan asam amino dari ujung amino polipeptida kecil.

  1. Setelah itu, asam amino diserap oleh dinding usus, lalu diangkut ke sel, dimana asam amino tersebut dilepaskan ke dalam darah.
  1. Kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh, melainkan akan dirombak dalam hati menjadi senyawa yang mengandung unsur N, seperti NH3 (amonia) dan NH4OH (amonium hidroksida) serta senyawa yang tidak mengandung unsur N. Senyawa yang mengandung unsur N akan disintesis menjadi urea di hati, karena hati mempunyai enzim arginase. Urea diangkut bersama zat-zat sisa lainnya ke ginjal untuk dikeluarkan melalui urin. Senyawa yang tidak mengandung unsur N akan disintesis kembali.

METABOLISME PROTEIN:

Protein turn-over dan amino acid pool :

Protein dalam tubuh bersifat dinamis, selalu ada sintesis dan degradasi. Di dalam setiap sel, protein secara kontinu dibuat dan diuraikan, proses ini disebut protein turn-over. Saat protein diuraikan, asam amino dibebaskan. Asam amino ini bercampur dengan asam amino dari dietary protein membentuk amino acid pool di dalam sel dan peradaran darah.

Nitrogen Balance:

  1. Negatif jika N out > N in
  2. Positif jika N out < N in
  3. Zero jika N out = N in

ANABOLISME

  1. SINTESIS PROTEIN TRANSKRIPSI

Sintesis mRNA dari salah satu rantai DNA, yaitu rantai cetakan atau sense. RNA dihasilkan dari aktivitas enzim RNA polimerase. Enzim ini membuka pilinan kedua rantai DNA hingga terpisah dan merangkainkan nukleotida RNA dari arah 5’ ke 3’. Inisiasi Daerah DNA dimana RNA polimerase melekat dan mengawali transkripsi disebut promoter. Elongasi Pilinan heliks ganda DNA terbuka secara berurutan. Setelah sintesis RNA berlangsung, DNA heliks ganda terbentuk kembali dan molekul RNA baru akan lepas dari cetakan DNA-nya. Terminasi RNA polimerase mencapai titik akhir. TRANSLASI Proses mRNA mengarahkan serangkaian asam amino dan sintesis protein. Inisiasi Terjadi dengan adanya mRNA, sebuah RNAt yang memuat asam amino pertama dari polipeptida dan 2 subunit RNAr. Pertama, subunit ribosom kecil mengikatkan diri pada RNAd dan RNAt inisiator. Pada mRNA terdapat kodon inisiasi AUG (start codon), yang memberi sinyal dimulainya proses translasi. RNAt inisiator yang membawa asam amino metionin, melekat pada kodon inisiasi AUG. Elongasi Asam amino-asam amino berikutnya ditambahkan satu persatu pada asam amino pertama (metionin). Molekul RNAr dari subunit ribosom besar berfungsi sebagai enzim, yaitu mengkatalis pembentukan ikatan peptida yang menggabungkan polipeptida yang memanjang ke asam amino yang baru tiba. Terminasi Elongasi berlanjut terus hingga ribosom mencapai kodon stop (UAA, UAG, atau UGA). Kodon stop hanya bertindak sebagai sinyal untuk menghentikan translasi. Akhirnya, rantai protein terbentuk.

  1. SINTESIS ASAM AMINO NON ESSENSIAL

a. Transamination of α-keto acids Pyruvate Alanine Oxaloacatate Aspartate α-keto glutarat Glutamate

b. Amidation Glutamate Glutamine by glutamine synthetase Aspartate Asparagine by asparagine synthetase

c. Synthesis from other amino acids 3-phospoglycerate 3-phospopyruvate serine Glutamate prolin by cyclization and reduction reactions Serine glycine by removal of hydroxymethil group and by hydroxymethyl transferase Metionin cysteine Fenilalanin tyrosine by phenylalanine hydroxylase.

KATABOLISME :

  1. KATABOLISME NITROGEN ASAM AMINO à UREA (removal of α-amino group)

a. Transaminasi

Semua asam amino, kecuali lysine, threonine, proline, dan hydroxyproline, mengalami transaminasi. Dalam transaminasi, grup α-amino dihilangkan. Enzim alanine aminotransferase: Enzim glutamate aminotransferase: Pyruvate α-amino acid α-ketoglutarat α-amino acid L-alanine α-keto acid L-glutamate α-keto acid

b. Deaminasi oksidatif

Menggunakan enzim L-glutamate dehydrogenase: NAD+ NADH, NH3, Glutamate, α-ketoglutarate, dehydrogenase. Glutamate NH3 NADP+ NADPH

c. Transpor ammonia

i) Di kebanyakan jaringan Glutamine synthetase mengubah kombinasi amonia dan glutamate menjadi glutamine (bentuk transpor amonia yang tidak beracun). Glutamine lalu ditranspor oleh darah ke hati, dimana glutamine diuraikan oleh glutaminase menjadi glutamate dan amonia bebas.

ii) Di otot Hasil transaminasi piruvat (hasil akhir glikolisis), yaitu alanine. Alanine ditranspor oleh darah ke hati, dimana alanine diubah lagi menjadi piruvat dengan transaminasi. Di hati, proses glukoneogenesis dapat menggunakan piruvat untuk mensintesis glukosa, yang mana dapat memasuki darah dan digunakan oleh otot – proses tersebut bernama glucose-alanine cycle sebagian besar di hati, di otot, jaringan Glutamat, Glutamat Urea, Asam amino NH4+ATP Glutamine, Glutaminase sintetase H2O. H2O Glutamate α-Keto- α-Keto-Glutamate ADP, Pi glutarat Glutamine, Pyruvat, Alanine, Glukosa

d. Siklus urea

i) Di mitokondria CO2 +NH + 2 ATP Carbomyl phospate ; enzim:Carbomyl phospate synthetase I L-Ornithine L-Citruline ; enzim:Ornithine transcarbamoylase Carbomyl phospate Pi

ii) Di sitosol *L-Citruline + L-Aspartate Argininosuccinate ATP AMP + Ppi *Argininosuccinate Fumarate + L-Arginine ; enzim: Argininosuccinatelyase >>Fumarat dihidrasi menjadi malat yang dapat ditranspor ke mitokondria dan memasuki kembali Kreb’s Cycle. Selain itu, sitosolik malate dapat dioksidasi menjadi oksaloasetat, yang mana dapat diubah menjadi aspartat atau glukosa. *L-Arganine L-Ornithine + Urea ; enzim: arginase OVERALL: Aspartate + NH3 + CO2 + 3 ATP Urea + Fumarate + 2 ADP + AMP + 2 Pi + PPi+ 3 H20 *Urea berdifusi dari hati dan ditrasnpor dalam darah k eginjal, dimana urea disaring dan dikeluarkan dalam urine. Sebagian dari urea berdifusi ke ke usus halus dan diuraikan menjadi CO2 dan NH3 oleh bakteriurease. Amonia ini sebagian hilang di feces dan sebagian lagi diserap lagi oleh darah.

  1. KATABOLISME RANTAI KARBON ASAM AMINO

a. Asam amino glukogenik: asam amino yang katabolismenya menghasilkan piruvat atau salah satu intermediat dari siklus Krebs, yaitu:

v Asparagin aspartat oxaloacetate

v Glutamine

● Phenilalanin fumarat Prolin αketoglutarate Tyrosin Arginine Histidine

● Metionin

v Alanine Valin succynil-coA Serine Isoleusin Glycine pyruvat Threonn Sistein Threonine

b. Asam amino ketogenik: asam amino yang katabolismenya menghasilkan acetoacetate atau salah satu bahan bakunya (acetyl coA atau acetoacetyl coA). Acetoacetate adalah salah satu dari ketone body, yaitu:

v Leusin hanya ketogenic Lisin

v Isoleusin : ketogenic dan glukogenic Triptofan

HORMON yang BERPENGARUH PADA METABOLISME PROTEIN

  1. Hormon Tiroid Efek utama T3/T4

adalah untuk menggalakkan sintesis protein secara umum dan menghasilka keseimbangan nitrogen yang positif. Konsentrasi T3 yang sangat tinggi akan menghambat sintesis protein dan menyebabakan keseimbangan nitrogen yang negatif. Tiroksin meningkatkan kecepatan metabolisme seluruh sel, secara tidak langsung juga mempengaruhi metabolisme protein. Jika karbohidrat dan lemak tidak cukup tersedia untuk energi, tiroksin menyebabkan pemecahan protein yang cepat dan memakainya untuk energi.

  1. Insulin

Insulin penting untuk sintesis protein. Kekurangan insulin secara total, mengurangi sintesis protein sampao hampir nol. Meski tidak diketahui kenapa, tapi insulin memang mempercepat transpor asam amino ke sel. Insulin juga meningkatkan persediaan glukosa ke sel, sehingga kebutuhan asam amino untuk energi berkurang.

  1. Glukokortikoid

Glukokortikoid yang disekresikan adrenal kortex mengurangi kuantitas protein di sebagian besar jaringan, tapi meningkatkan konsentrasi asam amino di dalam plasma, juga meningkatkan protein hati dan protein plasma. Diduga bahwa glukokortikoid bekerja dengan meningkatkan kecepatan pemecahan protein ekstrahepatik, dengan demikian, meningkatkan jumlah asam amino yang tersedia dalam cairan tubuh. Hal ini sebaliknya memungkinkan hati meningkatkan jumlah sintesis protein ekstraseluler dan protein plasma.

  1. Testosteron

Testosteron menyebabkan peningkatan deposit protein dalam jaringan di seluruh tubuh, terutama peningkatan protein kontraktil otot. Berbeda dengna hormon pertumbuhan yang menyebabakna jaringan terus menerus tumbuh hamoir tak terbatas, testosteron menyebabkan otot dan jaringan protein lain membesar hanya untuk beberapa bulan.

PEMBENTUKAN KETON BODIES:

Setelah deaminasi, dikeluarkan sebagai urea. Rangkaian karbon yang tersisa setelah transaminasi :

(1) dioksidas menjadi CO2 lewat citric acid cycle

(2) membentuk glukosa (glukoneogenesis)

(3) membentuk keton bodies.Ketone body biasa digunakan setelah puasa untuk waktu yang lama (lebih dari 10 hari) sebagai sumber energi alternatif. Ketone bodies dalam jumlah yang kecil normal dalam darah, tapi bila konsentrasinya meningkat, pH dalam darah menurun. Ini disebut ketosis, sebuah tanda bahwa keadaan kimia tubuh mulai kacau. Saat dimana lebih banyak lagi keton bodies yang terakumulasi sehingga menyebabkan kadar pH darah turun sampai taraf asam yang membahayakan, keadaan ini disebut ketoacidosis.

PEMBENTUKAN ALBUMIN

Albumin disintesis dalam hati dengan pengaruh hormon insulin / T4 atau kortisol. Kadar albumin yang normal dalam darah untuk orang dewasa (> 3 tahun) adalah 3,5-5 g/dL. Untuk anak-anak yang berumur kurang dari 3 tahun, kadar yang normal adalah 2,5-5,5 g/dL.

BLOOD UREA NITROGEN (BUN) TEST

BUN adalah tes untuk mengatur seberapa baik ginjal bekerja. Tes ini mengukur kandungan nitrogen yang ada dalam darah, yaitu urea. Penyakit pada ginjal kadang membuat ginjal susah untuk menyaring urea sebanyak biasanya. Ini menyebabkan tingginya level urea dalam darah. Dalam tes ini, sampel darah akan diambil. Batas yang normal untuk BUN adalah 7-20 mg/dL.

Apa yang Diukur dalam Tes Fungsi Hati?

Produk berikut biasanya diukur sebagai bagian dari tes fungsi hati:

  • ALT (alanin aminotransferase), juga dikenal sebagai SGPT (serum glutamik piruvik transaminase)
  • AST (aspartat aminotransferase), juga dikenal sebagai SGOT (serum glutamik oksaloasetik transaminase)
  • Fosfatase alkali
  • GGT (gamma-glutamil transpeptidase, atau gamma GT)
  • Bilirubin
  • Albumin

Lembaran Informasi (LI) 120 menunjukkan nilai normal atau nilai rujukan untuk semua tes tersebut. Harus ditekankan bahwa nilai ini berbeda tergantung pada alat yang dipakai di laboratorium yang melakukan tes serta cara penggunaannya. Laporan laboratorium yang kita terima setelah melakukan tes menunjukkan nilai normal yang berlaku. Sebagai contoh, batas atas nilai normal (BANN) untuk AST dapat berkisar dari 35 hingga 50, dan berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Jadi bila kita ingin dapat komentar mengenai hasil tes, sebaiknya kita menyebut baik hasil tes maupun nilai normal. Selain itu, hasil tes juga dapat berubah tergantung pada jam berapa darah diambil. Sebaiknya contoh darah kita diambil pada jam yang sama setiap kali kita dites fungsi hati, dan juga selalu pada laboratorium yang sama.

Enzim Hati

ALT adalah lebih spesifik untuk kerusakan hati. ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran cairan empedu.

AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati. Dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa.

Fosfatasealkali meningkat pada berbagai jenis penyakit hati, tetapi peningkatan ini juga dapat terjadi berhubungan dengan penyakit tidak terkait dengan hati. Fosfatase alkali sebetulnya adalah suatu kumpulan enzim yang serupa, yang dibuat dalam saluran cairan empedu dan selaput dalam hati, tetapi juga ditemukan dalam banyak jaringan lain. Peningkatan fosfatase alkali dapat terjadi bila saluran cairan empedu dihambat karena alasan apa pun. Di antara yang lain, peningkatan pada fosfatase alkali dapat terjadi terkait dengan sirosis dan kanker hati.

GGT sering meningkat pada orang yang memakai alkohol atau zat lain yang beracun pada hati secara berlebihan. Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan selain hati. Serupa dengan fosfatase alkali, GGT dapat meningkat dalam darah pasien dengan penyakit saluran cairan empedu. Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua penyakit hati, bahkan juga pada orang yang sehat. GGT juga dibuat sebagai reaksi pada beberapa obat dan zat, termasuk alkohol, jadi peningkatan GGT kadang kala (tetapi tidak selalu) dapat menunjukkan penggunaan alkohol. Penggunaan pemanis sintetis sebagai pengganti gula, seumpamanya dalam diet soda, dapat meningkatkan GGT.

Tes Air Seni

Ada serangkaian tes pada air seni untuk menilai fungsi ginjal. Sebuah tes sederhana, yang disebut urinanalisis, sering dilakukan pada awal. Contoh air seni diperiksa secara fisik untuk ciri termasuk warna, bau, penampilan, dan kepadatan; diperiksa secara kimia untuk unsur termasuk protein, glukosa, dan pH; dan di bawah mikroskop untuk keberadaan unsur sel (sel darah merah dan putih, dll.), bakteri, kristal, dsb. Kalau hasil tes ini menunjukkan kemungkinan ada penyakit atau penurunan pada fungsi ginjal, tes yang berikut mungkin dapat dilakukan:

  • Keluaran kreatinin (creatinine clearance). Tes ini menilai kemampuan ginjal untuk menghilangkan senyawa yang disebut kreatinin dari darah. Kreatinin adalah bahan ampas dari metabolisme tenaga otot, yang seharusnya disaring oleh ginjal dan dimasukkan pada air seni. Tes ini mengukur jumlah kreatinin yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam. Untuk menghitung keluaran, tingkat kreatinin dalam darah juga harus diukur.
  • Keluaran urea. Urea adalah bahan ampas dari metabolisme protein, dan dikeluarkan dalam air seni. Seperti keluaran kreatinin, tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam, dan juga membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam darah.
  • Osmologi air seni. Tes ini mengukur jumlah partikel (bibit) yang dilarutkan dalam air seni, untuk menilai kemampuan ginjal untuk mengatur kepekatan air seni sebagaimana konsumsi air meningkat atau menurun.
  • Keberadaan protein. Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari darah dan menyerapnya kembali, sehingga tingkat protein dalam air seni tetap rendah. Tetap ditemukan protein dalam air seni adalah tanda penyakit ginjal.

Tes Darah

Ada beberapa tes darah yang dapat membantu menilai fungsi ginjal:

  • Nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/BUN). Urea adalah produk samping dari metabolisme protein. Bahan ampas ini dibentuk oleh hati, kemudian disaring oleh ginjal dan dikeluarkan dalam air seni oleh ginjal. Tingkat BUN dalam darah dapat menandai masalah ginjal, tetapi karena juga dipengaruhi oleh fungsi hati (lihat Lembaran Informasi (LI) 135), tes harus dilakukan bersamaan dengan pengukuran kreatinin, yang lebih khusus menandai masalah ginjal.
  • Kreatinin. Tes ini mengukur tingkat kreatinin (lihat di atas) dalam darah. Karena tingkat kreatinin hanya sedikit dipengaruhi oleh fungsi hati, tingkat kreatinin yang tinggi dalam darah lebih khusus menandai penurunan pada fungsi ginjal.
  • Tes lain. Pengukuran tingkat zat lain, yang seharusnya diatur oleh ginjal, dalam darah dapat membantu menilai fungsi hati. Zat ini termasuk zat natrium, kalium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosforus, protein, asam urik dan glukosa.

Template by:
Free Blog Templates