manufactured

Minggu, 29 Mei 2011

Trematoda

 

Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit kecuali cacing Schistosoma, mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut (asetabulum). Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas DIGENEA, yang hidup sebagai endoparasit.

Trematoda dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu :

A. Trematoda kelamin terpisah (jantan dan betina)

1. Schistosoma haematobium

2. Schistosoma mansoni

3. Schistosoma japonicum

B. Trematoda kelamin menjadi satu (hermaprodit)

1. Fasciola hepatica

2. Fasciolopsis buski

3. Paragonimus westermani

4. Clonorchis sinensis

Sifat dan Morfologi

1. Trematoda dalam reproduksinya terdapat 2 fase, yaitu :

a. Fase seksual pada Definitive host

b. Faee aseksual pada intermediet host

2. Tidak bersegmen.

3. Mempunyai isap anterior (asetabulum) dimana saluran cerna bermuara.

4. Mempunyai kait atau duri.

5. Mempunyai kulit aselluler, mungkin imempunyai duri atau gerigi.

6. Batil isap ventral untuk melekatkan diri, pada beberapa spesies terletak di posterior.

7. Mempunyai porus genitalis dan letaknya berbeda-beda.

8. Batil isap genital kadang-kadang merupakan alat tambahan (seperti pada Heterophyes).

9. Bentuk saekum (usus besar) bercabang dua sehingga menyarupai bentuk huruf “Y” terbalik.

Siklus Hidup Secara Umum

1. Telur beroperkulum dalama feses atau sputum masuk ke air.

2. Ovum menetap dalam air.

3. Ovum menetas dan berkembang biak menjadi mirasidium yang memepunyai masa hidup sebentar, yaitu +- 48 jam.

4. Mirasidium menembus kepala alat peraba atau kaki keong atau ovum termakan oleh keong dan menetas di dalam tubuh keong.

Hospes

Berbagai macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitive cacing trematoda, antara lain : kucing, kambing, sapi, tikus, babi, burung, luak, harimau, dan manusia.

Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dibagi dalam :

1. Trematoda hati (liver flukes) : Clonorchis sinensis, Opisthorchis felineus, Opisthorchis viverrini, dan Fasciola

2. Trematoda usu (intestinal flukes) : Fasciolopsis buski, ECHINOSTOMATIDAE dan HETEROPHYDAE

3. Trematoda paru (lung flukes) : Paragonimus wetermani

4. Trematoda darah (blood fluke) : Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium

Distribusi geografik

Pada umunya cacingtermatoda ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filiphina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, HETEROPHYDAE di Jakarta dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.

Morfologi dan Daur Hidup

Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih drsoventral dan simetris bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. Tanda khas lainnya adalah terdapatnya 2 buah batil isap, yaitu batil isap mullut dan batil isap perut. Beberapa species mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai huruf “Y” terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada saekum. Pada umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernafasan khusus karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai dengan ganglion di bagian dorsal esophagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermaprodit dengan alat reproduksi yang kompleks.

Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitive. Telur diletakkan di saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau jariingan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak, atau urine. Pada umunya telur berisi sel telur , hanya beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Di dalam air, telur menetas bila sudah mengandung mirasidium (telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3minggu. Pada beberapa spesies Trematoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong, atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keogn air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut sporokista (S). sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia (R), bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, farinf, dan saekum. Di dalam sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).

Perkembangan larva dalam hospes pertantara I mungkin terjadi sebagai berikut :

M è S è R è SK : misalnya Clonoschis sinensis

M è S1 è S2 è SK : misalnya Schistosoma

M è S è R1 è R2 è SK : misal trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitive mendapat infeksi apabila makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitive, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja, dahak, urine atau dalam jaringan biopsy, dapat pula dengan reaksi serologi untuk membantu menegakkan diagnose.

Prognosis

Pada umunya bila penyakit belum mencapai stadium lanjut dengan fibrosis alat vital seperti jantung, hati , dan lain-lain, prognosis adalah baik bila diberi pengobatan dini.

Epidemiologi

Kebiasaan memakan HP II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik merupakan factor penting demi transmisi penyakit, kecuali pedal skistosomiasis yang infeksinya terjadi karena manusia mandi, mencuci atau masuk ke dalam air seperti kali atau parit yang mengandung serkaria.

Paragonimus westermani

Paragonimus westermani mempunyai kesamaan spesies, yaitu : Distema westermani, oriental Lung Flukes, Paragonimus ringeri. Penyebaran geografisnya di Asia Timur, Asia Tenggara termasuk Indonesia, Afrika dan Amerika Selatan.

Spesies-spesies yang lain adalah : P. alfricanus (afrika), P. mexicanus (mexico dan amerika latin), P. uterobilaterallio (Nigeria), dan P. kellicotti (Jepang)

Morfologi :

1. Berbentuk ovoid seperti biji kopi

2. Mempunyai ukuran 7-12 x 4-6 mm

3. Warna yang segar adalah coklat kemerahan, sedangkan bila diawetkan adalah abu-abu

4. Kutikula mempunyai sisik-sisik kecil

5. Batil isap oral hampit sama besar dengan batil isap ventral

6. Testis terdiri dari 2 lobus di bagian posterior kanan dan kiri

7. Genital pore : posterior dari batil isap ventral

8. Ovarium berlobus, terletak di kiri agak ke belakang dari batil isap ventral

9. Uterus di sebelah kanan agak di muka ovarium

10. Vitellaria di lateral kanan dan kiri, berupa folikel-folikel yang kecil

11. Telur :

· Ukuran 80-120 x 40-6 mikron

· Warna coklat keemasan

· Operculum jelas

· Terdapat penebalan di bagian ujung lain

Siklus hidup

1. Habitat cacing dewasa, yaitu dalam paru-paru dari definitive host (manusia dan carnivora)

2. Telur dikeluarkan bersama sputum atau bila sputum ini tertelan, maka telur dijumpai dalam feses

3. Bila telur dalam air, maka perlu beberapa minggu untuk menetas menjadi mirasidium

4. Mirasidium mencari intermediate host pertama yaitu snail dari genus :

- Semisulecopira, Thiora, Pomaoea, Pomatiopsis. Dan perkembangan dalam tubuh snail seperti pada Fasciola hepatica, yaitu : Sporokista redia I – redia II dan akhirnya serkaria

5. Serkaria selanjutnyakeluar dari snail mencari i.m II atau snail tersebut yang dimakan i.m II, dan sebagai i.m II adalah : kepiting air tawar, udang air tawar. Dalam kepiting/udang tersebut parasit mengadakan onklotani menjadi metaserkaria (jumlah -+ 3000)

6. Bila kepiting/udang dimakan i.m II maka metaserkaria mengadakan enkistasi, selanjutnya menembus dinding usus menuju berturut-turut : cavum abdomen, diafragma, cavum pleurae dan akhirnya paru-paru. Perjalanan ini memerlukan waktu +-20 hari

Dalam paru-paru berubah menjadi cacing dewasa dalam waktu 5-6minggu. Kadang-kadang cacing tidak dapat mencapai paru-paru, tetapi terhenti dalam perjalanan dan disebut “Ectopic Focus”

Skema Siklus Hidup

Telur dikeluarkan dalam sputum atau tertelan dan dikeluarkan dalam tinja/feses è telur matang dalam air dan menetas dalam 20 hari menjadi mirasidium è mirasidium berkembang menjadi sporokista è redia I è redia II è berkembang menjadi serkaria è keluar dari snail/siput è enkistasi pada i.m atau hopes perantara II (kepiting/udang) è eksistasi dalam usus halus è menetap dalam paru-paru. Dan yang tidak dapat mencapai paru-paru disebut “Ectopic Focus”

Dengan catatan bahwa :

- Manusia mendapat infeksi dengan jalan makan kepiting/udang yang tidak dimasak

- Pada ibu-ibu rumah tangga/koki-koki, infeksi diperoleh dengan cara kontaminasi dari jari kuku waktu mencicipi makanan sebelum masak

Patologi

1. Invasi sedikit berpengaruh pedal hospes

2. Dalam paru-paru :

- Reaksi jaringan mengakibatkan pembentukan kapsul jaringan fibrosa (berwarna biru bersih) yang mengandung : cacing (umunya berpasangan), telur, dan infiltrate radang. Berhubungan dengan jalan pernafasan. Komplikasi sekunder kista paru, bronkiektasis, pembentukan abses dan sering terjadi TB

3. Pedal tempat ektopik ; kista yang sama dapat ditemukan dimana-mana dalam tubuh

4. Manifestasi umu adalah eosinofilia

5. Keluhan :

- Batuk-batuk disertai sputum

- Hemoptisis

- Nyeri local

- Keluar keringat pada malam hari

Diagnose

1. Dengan ditemukannya telur dalam sputum, cairan pleura

2. Serologis :

- Complement fication test

- Intradermal test

Pencegahan

- Memasak kepiting/udang dengan baik

- Cuci tangan yang bersih terutama bagi ibu-ibu/koki-koki

DAFTAR PUSTAKA

è Soejoto Dkk. 1989. Parasitologi Medik Helminthologi Jilid 2. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. Jakarta. (Halaman 96 Dan Halaman 107-109).

è Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Gaya Baru. Jakarta (Hal. 51-53)

1 komentar:

zairefabrizi mengatakan...

titanium suppressor - The titanium-arts
‎Titanium-Arts micro touch trimmer · ‎Voltage Parts titanium dive knife · titanium exhaust tips ‎Dump titanium teeth k9 Parts · ‎Titanium-Arts · stilletto titanium hammer ‎In-Line Sales

Posting Komentar

Trematoda

 

Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit kecuali cacing Schistosoma, mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut (asetabulum). Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas DIGENEA, yang hidup sebagai endoparasit.

Trematoda dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu :

A. Trematoda kelamin terpisah (jantan dan betina)

1. Schistosoma haematobium

2. Schistosoma mansoni

3. Schistosoma japonicum

B. Trematoda kelamin menjadi satu (hermaprodit)

1. Fasciola hepatica

2. Fasciolopsis buski

3. Paragonimus westermani

4. Clonorchis sinensis

Sifat dan Morfologi

1. Trematoda dalam reproduksinya terdapat 2 fase, yaitu :

a. Fase seksual pada Definitive host

b. Faee aseksual pada intermediet host

2. Tidak bersegmen.

3. Mempunyai isap anterior (asetabulum) dimana saluran cerna bermuara.

4. Mempunyai kait atau duri.

5. Mempunyai kulit aselluler, mungkin imempunyai duri atau gerigi.

6. Batil isap ventral untuk melekatkan diri, pada beberapa spesies terletak di posterior.

7. Mempunyai porus genitalis dan letaknya berbeda-beda.

8. Batil isap genital kadang-kadang merupakan alat tambahan (seperti pada Heterophyes).

9. Bentuk saekum (usus besar) bercabang dua sehingga menyarupai bentuk huruf “Y” terbalik.

Siklus Hidup Secara Umum

1. Telur beroperkulum dalama feses atau sputum masuk ke air.

2. Ovum menetap dalam air.

3. Ovum menetas dan berkembang biak menjadi mirasidium yang memepunyai masa hidup sebentar, yaitu +- 48 jam.

4. Mirasidium menembus kepala alat peraba atau kaki keong atau ovum termakan oleh keong dan menetas di dalam tubuh keong.

Hospes

Berbagai macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitive cacing trematoda, antara lain : kucing, kambing, sapi, tikus, babi, burung, luak, harimau, dan manusia.

Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dibagi dalam :

1. Trematoda hati (liver flukes) : Clonorchis sinensis, Opisthorchis felineus, Opisthorchis viverrini, dan Fasciola

2. Trematoda usu (intestinal flukes) : Fasciolopsis buski, ECHINOSTOMATIDAE dan HETEROPHYDAE

3. Trematoda paru (lung flukes) : Paragonimus wetermani

4. Trematoda darah (blood fluke) : Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium

Distribusi geografik

Pada umunya cacingtermatoda ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filiphina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, HETEROPHYDAE di Jakarta dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.

Morfologi dan Daur Hidup

Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih drsoventral dan simetris bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. Tanda khas lainnya adalah terdapatnya 2 buah batil isap, yaitu batil isap mullut dan batil isap perut. Beberapa species mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai huruf “Y” terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada saekum. Pada umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernafasan khusus karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai dengan ganglion di bagian dorsal esophagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermaprodit dengan alat reproduksi yang kompleks.

Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitive. Telur diletakkan di saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau jariingan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak, atau urine. Pada umunya telur berisi sel telur , hanya beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Di dalam air, telur menetas bila sudah mengandung mirasidium (telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3minggu. Pada beberapa spesies Trematoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong, atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keogn air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut sporokista (S). sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia (R), bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, farinf, dan saekum. Di dalam sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).

Perkembangan larva dalam hospes pertantara I mungkin terjadi sebagai berikut :

M è S è R è SK : misalnya Clonoschis sinensis

M è S1 è S2 è SK : misalnya Schistosoma

M è S è R1 è R2 è SK : misal trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitive mendapat infeksi apabila makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitive, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja, dahak, urine atau dalam jaringan biopsy, dapat pula dengan reaksi serologi untuk membantu menegakkan diagnose.

Prognosis

Pada umunya bila penyakit belum mencapai stadium lanjut dengan fibrosis alat vital seperti jantung, hati , dan lain-lain, prognosis adalah baik bila diberi pengobatan dini.

Epidemiologi

Kebiasaan memakan HP II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik merupakan factor penting demi transmisi penyakit, kecuali pedal skistosomiasis yang infeksinya terjadi karena manusia mandi, mencuci atau masuk ke dalam air seperti kali atau parit yang mengandung serkaria.

Paragonimus westermani

Paragonimus westermani mempunyai kesamaan spesies, yaitu : Distema westermani, oriental Lung Flukes, Paragonimus ringeri. Penyebaran geografisnya di Asia Timur, Asia Tenggara termasuk Indonesia, Afrika dan Amerika Selatan.

Spesies-spesies yang lain adalah : P. alfricanus (afrika), P. mexicanus (mexico dan amerika latin), P. uterobilaterallio (Nigeria), dan P. kellicotti (Jepang)

Morfologi :

1. Berbentuk ovoid seperti biji kopi

2. Mempunyai ukuran 7-12 x 4-6 mm

3. Warna yang segar adalah coklat kemerahan, sedangkan bila diawetkan adalah abu-abu

4. Kutikula mempunyai sisik-sisik kecil

5. Batil isap oral hampit sama besar dengan batil isap ventral

6. Testis terdiri dari 2 lobus di bagian posterior kanan dan kiri

7. Genital pore : posterior dari batil isap ventral

8. Ovarium berlobus, terletak di kiri agak ke belakang dari batil isap ventral

9. Uterus di sebelah kanan agak di muka ovarium

10. Vitellaria di lateral kanan dan kiri, berupa folikel-folikel yang kecil

11. Telur :

· Ukuran 80-120 x 40-6 mikron

· Warna coklat keemasan

· Operculum jelas

· Terdapat penebalan di bagian ujung lain

Siklus hidup

1. Habitat cacing dewasa, yaitu dalam paru-paru dari definitive host (manusia dan carnivora)

2. Telur dikeluarkan bersama sputum atau bila sputum ini tertelan, maka telur dijumpai dalam feses

3. Bila telur dalam air, maka perlu beberapa minggu untuk menetas menjadi mirasidium

4. Mirasidium mencari intermediate host pertama yaitu snail dari genus :

- Semisulecopira, Thiora, Pomaoea, Pomatiopsis. Dan perkembangan dalam tubuh snail seperti pada Fasciola hepatica, yaitu : Sporokista redia I – redia II dan akhirnya serkaria

5. Serkaria selanjutnyakeluar dari snail mencari i.m II atau snail tersebut yang dimakan i.m II, dan sebagai i.m II adalah : kepiting air tawar, udang air tawar. Dalam kepiting/udang tersebut parasit mengadakan onklotani menjadi metaserkaria (jumlah -+ 3000)

6. Bila kepiting/udang dimakan i.m II maka metaserkaria mengadakan enkistasi, selanjutnya menembus dinding usus menuju berturut-turut : cavum abdomen, diafragma, cavum pleurae dan akhirnya paru-paru. Perjalanan ini memerlukan waktu +-20 hari

Dalam paru-paru berubah menjadi cacing dewasa dalam waktu 5-6minggu. Kadang-kadang cacing tidak dapat mencapai paru-paru, tetapi terhenti dalam perjalanan dan disebut “Ectopic Focus”

Skema Siklus Hidup

Telur dikeluarkan dalam sputum atau tertelan dan dikeluarkan dalam tinja/feses è telur matang dalam air dan menetas dalam 20 hari menjadi mirasidium è mirasidium berkembang menjadi sporokista è redia I è redia II è berkembang menjadi serkaria è keluar dari snail/siput è enkistasi pada i.m atau hopes perantara II (kepiting/udang) è eksistasi dalam usus halus è menetap dalam paru-paru. Dan yang tidak dapat mencapai paru-paru disebut “Ectopic Focus”

Dengan catatan bahwa :

- Manusia mendapat infeksi dengan jalan makan kepiting/udang yang tidak dimasak

- Pada ibu-ibu rumah tangga/koki-koki, infeksi diperoleh dengan cara kontaminasi dari jari kuku waktu mencicipi makanan sebelum masak

Patologi

1. Invasi sedikit berpengaruh pedal hospes

2. Dalam paru-paru :

- Reaksi jaringan mengakibatkan pembentukan kapsul jaringan fibrosa (berwarna biru bersih) yang mengandung : cacing (umunya berpasangan), telur, dan infiltrate radang. Berhubungan dengan jalan pernafasan. Komplikasi sekunder kista paru, bronkiektasis, pembentukan abses dan sering terjadi TB

3. Pedal tempat ektopik ; kista yang sama dapat ditemukan dimana-mana dalam tubuh

4. Manifestasi umu adalah eosinofilia

5. Keluhan :

- Batuk-batuk disertai sputum

- Hemoptisis

- Nyeri local

- Keluar keringat pada malam hari

Diagnose

1. Dengan ditemukannya telur dalam sputum, cairan pleura

2. Serologis :

- Complement fication test

- Intradermal test

Pencegahan

- Memasak kepiting/udang dengan baik

- Cuci tangan yang bersih terutama bagi ibu-ibu/koki-koki

DAFTAR PUSTAKA

è Soejoto Dkk. 1989. Parasitologi Medik Helminthologi Jilid 2. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. Jakarta. (Halaman 96 Dan Halaman 107-109).

è Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Gaya Baru. Jakarta (Hal. 51-53)

1 komentar:

zairefabrizi mengatakan...

titanium suppressor - The titanium-arts
‎Titanium-Arts micro touch trimmer · ‎Voltage Parts titanium dive knife · titanium exhaust tips ‎Dump titanium teeth k9 Parts · ‎Titanium-Arts · stilletto titanium hammer ‎In-Line Sales

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates